Kamis, 08 Oktober 2015

Persiapan Keberangkatan LPDP dan Refleksi Perjuangan Literasi Butet Manurung

Butet Manurung di sharing session PK 35 LPDP

foto via @najmulaila




Sebuah program yang dikhususkan untuk para penerima beasiswa LPDP sebelum menempuh studinya, atau biasa disebut sebagai “Persiapan Keberangkatan” yang disingkat PK, ternyata tak hanya sekadar seremonial belaka. Di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur khas Indonesia, seperti integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan. Selama lima hari, mulai 3 hingga 8 Agustus 2015, tak ada kesan digurui ataupun pemaksaan, namun penguatan kapasitas diri untuk mengimplementasikan nilai tersebut.

Saya bersyukur, bisa mengikuti sebuah acara yang dibuat oleh LPDP, agar para penerima beasiswanya tak lupa asal-usul kebhinekaanya. Kebahagiaan itu semakin lengkap, dengan bisa langsung mendengarkan pemaparan seseorang yang saya kagumi karena perjuanganya di bidang literasi, Butet Manurung, dengan pengabdianya membangun Sokola Rimba.

Dalam satu sesi dalam PK LPDP, yakni sharing bersama tokoh, Butet Manurung hadir sebagai representasi dari nilai nasionalisme. Dalam kurang lebih dua jam pemaparanya, sosok yang pernah mengenyam studi master di Australian National University ini mengetengahkan tema refleksi merah putih, yang terwujud dalam pengabdianya mengelola sekolah bagi anak di daerah pedalaman Indonesia.

Berawal dari kegemaranya berpetualang, mulai dari mendaki gunung hingga arung jeram, wanita yang bernama asli Saut Marlina Manurung ini kemudian berefleksi untuk mengabdikan dirinya dalam dunia literasi. Pemikiranya sebagai seorang penjelajah yakni “petualang yang keren adalah petualang yang bermanfaat bagi orang lain”, cukup mengusik pikiran saya pada waktu itu. Disaat dewasa ini berkembang tren naik gunung hanya untuk eksis semata dengan menggunggah foto di media sosial, Butet Manurung telah berpikir visioner. Benar saja, ide brilianya untuk membangun Sokola Rimba tercetus saat dirinya melakukan pendakian di Papua.

Perjuangan wanita 43 tahun ini dalam mengembangkan Sokola Rimba dilakukanya dengan sepenuh hati. Totalitasnya dibuktikan dengan ikut tinggal di daerah pedalaman Jambi, tempat sekolah yang ia bangun di wilayah Suku Kubu berdiam. Terhitung pada tahun 1999, Butet Manurung mendirikan sekolah bagi anak pedalaman yang diberi nama “Sokola Rimba”, dengan materi literatif melalui baca tulis, memberikan pengetahuan tentang dunia luar (pakaian dan sopan santun), serta edukasi tentang sanitasi dan kesehatan.

Dalam perjalananya, Sokola Rimba yang dirintis oleh dara asli Batak ini sempat mengalami pasang surut. Mulanya apa yang dilakukan Butet Manurung, melakukan pendidkan literasi dengan mengajar baca tulis, dianggap salah oleh Kepala Suku Kubu. Keberadaanya di pedalaman Jambi pada bulan pertama amat tak nyaman, dengan penerimaan negatif yang kerap kali diterimanya. Titik terang akan kelangsungan Sokola Rimba mulai muncul ketika Gentar, murid pertamanya, mampu menyerap pendidikan literasi yang ia berikan, walaupun dalam proses belajarnya yang harus secara sembunyi-sembunyi. Alhasil, melalui momen dimana murid dari Sokola Rimba sukses mengagalkan surat kontrak yang merugikan Suku Kubu, dengan cakapnya mereka membaca, lambat laun Butet diterima dan leluasa untuk mengembangkan sekolah rintisan ideologisnya.

Tak hanya berhenti dengan pendidikan literasi, sosok yang mendapatkan Heroes of Asia Award 2004 dari majalah TIME ini juga mengembangkan arah perjuanganya ke pemberdayaan masyarakat. Suku Kubu di Jambi juga ia bina dengan sepenuh hati. Dengan keberanianya untuk membaur dan hidup bersama masyarakat adat setempat, perlahan-lahan dirinya memberdayakan masyarakat dengan bekal ilmu di ranah antropologi. Target besarnya yang secara gamblang ia sampaikan adalah bagaimana Sokola Rimba dapat memberdayakan masyarakat melalui advokasi dan akses terhadap fasilitas umum. Unsur keberlanjutan program sekolah bagi masyarakat pedalaman ini juga menjadi perhatian Butet Manurung, dengan memberikan pelatihan agar kelak tumbuh kader dari masyarakat setempat, berperan sebagai guru.

Apa yang dilakukan oleh Butet Manurung ini, bagi saya, adalah contoh nyata dari sebuah refleksi nilai nasionalisme. Perjuanganya dibidang literasi, dengan mengajarkan baca tulis dan ilmu pengetahuan dengan membuat sekolah bagi anak-anak di pedalaman Indonesia, adalah wujud nyata untuk terus berjuang pada era dewasa ini. Contoh yang diberikan oleh wanita Indonesia bermarga Manurung ini telah menginsiprasi saya ketika mengenyam pendidikan S2 di Inggris nanti, akan menyerap ilmu sebanyak-sebanyak untuk kemudian bisa berbagi pada ranah literasi.


Persiapan Keberangkatan LPDP dan pertemuan dengan sosok Butet Manurung disalahsatu sesinya telah membuat saya mengerti lebih dalam tentang arti berjuang di jalan literasi. Teringat akan ujaran terkenal dari bapak proklamator kita, Ir Soekarno, bahwa perjuangan kita dikemudian hari bukanlah melawan penjajah melainkan menggebah kebodohan, maka berjuang di jalan literasi merupakan sebuah perjuangan melawan kebodohan itu sendiri.

Sabtu, 20 Juni 2015

Berhentinya Liga dan Utang-Utang PSSI

Ketika dua pihak, penyelenggara acara dan sponsor, telah mencapai kesepakatan, maka mulai berlaku prinsip ekonomi saling menguntungkan. Keadaan ini tak bisa ditawar atau bila yang terjadi sebaliknya, pelanggaran berupa denda akan dijatuhkan.

PSSI, sebagai induk persepakbolaan tanah air, mengalami hal yang cukup pelik mengenai sponsorship. Konfrontasi langsung dengan BOPI dan Menpora perihal legalitas klub berujung berhentinya liga, menjadi titik awal munculnya masalah dengan penyokong dana.

Jelas, kompetisi olah bola tertinggi di Indonesia yang berhenti secara prematur, membuat para sponsor yang menanamkan dananya guna mereguk keuntungan, kebakaran jenggot. Hitung-hitungan antara PT Liga Indonesia dengan sponsor tak berlaku lagi.

Pundi-pundi uang dari sponsor dan hak siar menjadi hutang laiknya benang kusut yang harus diurai PSSI, melalui PT Liga Indonesia, agar prinsip ekonomi saling menguntungkan bisa tercapai melalui royalti yang terbayarkan.

Pemasukan yang Melimpah dari Sponsor Kelas Kakap
Terhitung mulai musim kompetisi 2015, Indonesia Super League (ISL) menggandeng penyokong dana anyar. Qatar National Bank, atau biasa disingkat QNB, muncul sebagai pihak yang menyokong gelaran pertarungan klub sepakbola papan atas di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, kemunculanya pun sangat mengejutkan, hanya selang sehari sebelum liga bergulir.

Menurut rilis resmi yang dikeluarkan oleh PSSI, Bank yang disebut-sebut sebagai salahsatu bank terkuat di dunia serta terdepan di Timur Tengah dan Afrika ini mendapatkan hak eksklusif berkat jumlah uang yang ditanamnya. Sebagai kontraprestasinya, QNB bisa menyandingkan brand nya sebagai nama liga.

Kontrak sponsor dengan tajuk “title partner” yang tak disebutkan jumlahnya oleh PSSI ini, walau ditaksir ada di kisaran ratusan milyar, berlangsung selama tiga tahun. Menurut Yousef Darwish, General Manager QNB, baik PT Liga Indonesia dibawah PSSI dengan bank yang pernah menanamkan sahamnya di klub Prancis, Paris Saint Germain ini, keduanya punya misi yang sejalan. Menjadikan liga Indonesia sebagai platform olahraga terbaik di Asia.

Logo QNB yang tertera di seluruh media publikasi, terutama yang menempel pada badge yang di seragam pemain, menjadi tak maksimal sebagai sarana branding akibat liga yang mendadak berhenti
.
Selain sponsor utama yang bernilai jual tinggi, siaran langsung pertandingan QNB League 2015 memang masih menjadi “kue” yang layak diperebutkan oleh para penyedia jasa layanan televisi. Sebagai komparasi, pada tahun 2014, PSSI melalui rilis resminya membeberkan fakta bahwa gelaran liga tahun lalu mendapatkan penonton sebanyak 164 juta penonton dari 300 lebih pertandingan semusim. Bukan sebuah angka yang kecil.

Dalam perjalananya, hak siar kompetisi olah bola termashyur di Indonesia ini “diperebutkan” melalui jalur bidding. Para penyedia layanan siaran televisi, baik berbayar ataupun non-berbayar, duduk satu meja, melakukan tawar menawar kepada PT Liga Indonesia. Kepada penawar yang mengusung harga tertinggi dan packaging menarik, hak siar eksklusif seluruh pertandingan akan diberikan.

Hasil bidding memutuskan BV Sport, perusahaan produser, distributor, dan supplier program olahraga di televisi Indonesia sebagai pemegang hak siar eksklusif liga Indonesia. Dalam kontrak yang berlaku selama 10 tahun (2013-2023), BV Sport mempunyai hak pula untuk mendistribusikan live TV pertandingan QNB League 2015 dengan kanal free-to-air dan berbayar dan didistribusikan secara internasional oleh In Front Sports Group. Disini peran MNC dan NET sebagai penyedia layanan TV free-to-air, Domikado sebagai penyedia layanan live streaming, dan PT Lippo Group melalui Berita Satu pada layanan TV berbayar bersama BV menyiarkan langsung QNB League 2015 ke seluruh pelosok nusantara.

Tak dinyana, kesepakatan antara PT Liga Indonesia dua sponsor utama, Qatar National Bank dan BV Sports, tak berjalan mulus seperti yang diperkirakan. Kondisi perseteruan antara PSSI dengan Menpora perihal legalitas liga membuat induk sepakbola ini memutuskan, kompetisi berhenti atas dasar kondisi force majeure.

Liga Indonesia yang mengusung nama baru “QNB League” hanya berjalan selama 38 pertandingan, jauh dari yang terlah terjadwalkan yakni sebanyak 306 pertandingan. Logo QNB yang tertera di seluruh media publikasi sebagai kontraprestasi, terutama yang menempel pada badge yang di seragam pemain, menjadi tak maksimal sebagai sarana branding akibat liga yang mendadak berhenti.

Urusan hak siar pun kena imbas dari berhentinya liga. Pada perjanjian hitam di atas putih antara PT Liga Indonesia dan BV Sport, jumlah pertandingan yang akan disiarkan menyentuh angka 306. Apa mau dikata, “kue” yang didapatkan pemenang bidding hak siar PSSI ini jauh dari nominal kesepakatan diawal. Kontrak hak siar senilai 1,5 triliun yang diinvestasikan oleh perusahaan yang memiliki spesialisasi di bidang media rights distribution ini, tersendat di tahun ketiga.

Telaah Status Force Majeure yang Mengundang Perdebatan
Penghentian QNB League 2015 oleh induk persepakbolaan tanah air, dengan status force majeure, sontak mengundang perdebatan. Pemahaman akan arti force majeure yang berbeda-beda, melalui banyak sudut pandang pemikiran, membuat pengejawantahan status yang diberikan PSSI kepada kompetisi olah bola tanah air ini sangat beragam.

Bambang Pamungkas, kapten Tim Nasional Indonesia, turut serta menyumbangkan pemikiranya tentang status force majeure yang berikan PSSI kepada liga Indonesia. Melalui tulisan yang ia publikasikan melalui web pribadinya, www.bambangpamungkas20.com, pemain yang identik dengan nomor punggung 20 ini mengkritisi status force majure yang digunakkan PSSI untuk menghentikan liga, sangatlah tidak tepat. Alasan yang digunakan untuk menyanggah oleh pria yang akrab disapa Bepe ini adalah prinsip Acts of God (kehendak Tuhan) haruslah terpenuhi dahulu sebelum menetapkan status force majeure.

Striker Persija Jakarta ini pun menegaskan, status force majure haruslah melewati tiga tahapan yakni externality (dikarenakan pihak lain), unpredictability (tidak dapat diperkirakan), dan irresistibility (tidak dapat dihindari). Berdasarkan dari tiga tahapan tadi, Bepe menyimpulkan dengan fakta yang ia dapatkan sebagai pemain, kondisi liga yang diputuskan berhenti dengan status force majeure adalah tidak sesuai. Pemuda kelahiran Getas ini bahkan menambahkan perspektif ekonomi, justru kondisi ini merugikan klub sebagai salahsatu pemilik saham dari PT Liga Indonesia.

Lain orang, lain pula pemikiran. Opini dari Bambang Pamungkas tadi disanggah oleh Aristo Pangaribuan, Direktur Hukum PSSI. Definisi status force majeure, yang dikritisi oleh Bepe tidak sesuai dengan tahapan dalam Acts of God, coba ditampik oleh Aristo. Pria berdarah batak ini mencoba mendebat argumen dari pemain Indonesia yang ia kagumi melalui ranah yang ia tangani di PSSI, melalui legal hukum.

Dalam opininya yang ditayangkan pada laman PSSI.org, Direktur Hukum PSSI ini menegaskan bahwa status force majeure yang diberikan oleh PSSI untuk menghentikan QNB League 2015 sudah tepat. Sebagai penguat, alumni dari Utrecht University Belanda ini menjadikan pasal dalam Kitab Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) sebagai dasar argumen. Dijelaskan pada tulisanya, melalui hukum positif yang mengacu KUHPerdata pasal 1244 sampai 1245, kondisi darurat dapat digolongkan dengan tiga unsur: (1) Karena sebabsebab yang tak terduga; (2) Karena keadaan memaksa; dan (3) Karena masingmasing perbuatan tersebut dilarang. 

Berdasarkan pasal yang dipaparkan, dikutip langsung dari opininya berjudul “Force Majeure dan Titah Sang Penguasa”, Aristo menggarisbawahi dari sudut pandang dari objek dan subjek suatu keadaan yang dikatakan sebagai suatu keadaan darurat. “Di dalam konteks ini, PSSI melihat bahwa keadaan darurat ini harus dilihat dari subjeknya. Artinya, PSSI sebagai subjek yang berjanji dengan sangat terpaksa tidak mampu untuk memenuhi janjinya kepada para anggotanya, untuk menjalankan kompetisi sepakbola. Hal ini terjadi karena adanya ketiga sebab tersebut”, terangnya membela PSSI akan keputusanya menghentikan liga dengan status force majeure.

Perlu menjadi perhatian pula, bahwa status force majeure ketika dilihat dari sisi ekonomi, sangatlah berpengaruh dalam sebuah klausul kontrak, termasuk perjanjian bisnis. Force majeure secara harfiah dapat kita artikan, dalam perspektif ekonomi dan bisnis, adalah keadaan dimana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena suatu keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak dan keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam keadaan beriktikad buruk.

Namun dalam penerapanya, status force majeure seringkali “diakali” oleh pelaku bisnis sebagai sebuah upaya “cuci tangan” mengeliminir sebuah kesalahan dalam perjanjian kontrak bisnis. Hal inilah nyata-nyatanya saat ini dilakukan PSSI. Kontrak dengan sponsor dan broadcaster, QNB dan BV Sport, dianggap selesai dengan pembayaran royalti sesuai masa yang telah berjalan. Pun dengan pembagian saham dengan klub, PSSI bisa berkilah atas sedikitnya keuntungan yang dibagi karena status force majeure.


Turnamen Pelipur Lara ala PT Liga
Kondisi yang menuntut pembayaran hutang yang tercipta akibat berhentinya liga, membuat PT LI harus memutar otak. Kontrak dengan sponsor yang sudah diteken jelas menuntut kompensasi. Tak ayal, Joko Driyono sebagai CEO harus mengakomodasi kepentingan dari kedua belah pihak.

Alhasil, Turnamen bertajuk QNB Indonesia Champions Cup 2015 yang digagas Joko Driyono setelah berhentinya liga pun mengandung nilai ekonomi yang sangat kental. Gelaran yang dianggap sebagai pramusim ini tak lebih dari sekedar pelipur lara bagi para sponsor dan broadcaster TV. Hal ini terlihat dari ramuan Jokdri, dalam membuat penjadwalan dan pembagian grup. Semua diatur sesuai dengan azas ekonomi saling menguntungkan.

Untuk sekelas turnamen pramusim, ajang QNB Indonesia Championship Cup 2015 ini tergolong wah. Jumlah pertandingan yang melibatkan 18 tim yang dibagi dalam tiga grup ini cukup banyak, total ada 119 pertandingan. Seluruh pertandingan tersebut akan disiarkan secara live, yang secara tidak langsung akan menjadi kompensasi gagalnya BV Sport mengakomodir gelaran liga secara keseluruhan. Pun dengan branding QNB, logo yang terpampang di seluruh media publikasi, termasuk yang tertera di jersey pemain, akan lebih lama terekspose.

Tak hanya itu, perputaran fulus yang ada di turnamen pramusim bentukan PT LI ini sangatlah melimpah. Untuk kampiun dan runner-up akan diganjar hadiah sebesar masing-masing 1 milyar dan 500 juta. Sementara uang lelah bagi klub, telah disediakan sejumlah total 500 juta yang akan dibagi rata ke masing-masing klub. Untuk klub yang memiliki rating hak siar yang meningkat, juga dijanjikan bonus sesuai dengan perhitungan dalam merit system. 

Melihat nominal perputaran uang  di turnamen yang dijadwalkan mentas pada 26 Mei-19 September 2015 ini, semakin jelas bahwa turnamen ini adalah kompensasi untuk pihak sponsor dan broadcaster TV, akibat liga yang tak berjalan sesuai rencana.

Utang-Utang PSSI yang Masih Menggantung
Urusan PSSI dan PT LI dalam hal mengakomodir QNB dan BV Sport, sebagai official sponsor dan broadcaster Indonesia Super League, demi menutupi kompensasi kontrak awal, ternyata belum sepenuhnya menutupi hutang PSSI.

Patut dicermati, sebelum gelaran liga ini berakhir karena status force majeure, PSSI sudah terlebih dahulu menumpuk banyak utang.

Laporan dari Apung Widadi, Aktivis Save Our Soccer, di acara Mata Najwa pada (6/05) silam membelalakkan mata kita. Sebuah hutang kontribusi komersial yang selayaknya dibayarkan ke klub atas hak siar televisi, tak jua dibayarkan. Tak tanggung-tanggung, dua musim PT LI telah berhutang kepada klub, yakni musim 2012/13-2013/14 total sebesar 97,8 milyar.

Sudah selayaknya, PSSI sebagai induk sepakbola tanah air untuk introspeksi. Hutang-hutang yang menggunung ini menunggu sebuah pertanggungjawaban untuk dibayar, bukan hanya dialihkan. Seperti ujaran pepatah, “gali lubang tutup lubang” bukanlah cara yang tepat untuk melunasi sebuah hutang.


Selasa, 13 Januari 2015

Keterbukaan Informasi Publik yang Bersinggungan dengan Demokrasi Digital

Indonesia menasbihkan dirinya sebagai sebuah negara demokrasi semenjak bergulirnya reformasi yang terjadi pada 1998. Bermula dari peristiwa reformasi pada 1998 yang monumental itu, Indonesia menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam roda pemerintahan. Dalam pergerakanya, pemerintahan Indonesia menyisipkan prinsip demokrasi yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Keterlibatan rakyat dalam jalanya roda pemerintahan tak bisa ditawar lagi. Keputusan yang dihasilkan oleh pemerintah pun tak luput dari peran rakyat, baik itu secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem perwakilan di parlemen.

Untuk menjamin terlaksananya sebuah pemerintahan yang baik atau sering disebut dalam istilah good governance, perlu adanya unsur keterbukaan. Segala macam hal yang terjadi dalam berjalanya sebuah pemerintahan hendaknya bisa diakses secara terbuka oleh rakyatnya, termasuk keterbukaan informasi. Perwujudan transparansi dalam sebuah pemerintahan diartikan sebagai bukti nyata penyelenggaraan sebuah negara. Pun demikian dengan transparansi dalam hal informasi. Ketika segala macam informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara mudah diakses oleh warganya merupakan upaya untuk mewujudkan apa yang dimaksud dengan good governance. Indonesia telah mengatur keterbukaan informasi pada rakyatnya dalam perundangan yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.

Tertuang dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 yang mengatur keterbukaan informasi publik ini sebuah peraturan bagi tiap badan publik untuk membuka akses bagi warga negara Indonesia untuk mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya. Di samping itu, dalam UU no 14 tahun 2008 itu juga ditegaskan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik serta segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Hak dan kewajiban bagi pemohon dan pengguna informasi publik, infomasi mana saja yang wajib disediakan dan diumumkan oleh pemerintah, serta mekanisme untuk mendapatkan informasi publik tersebut.

Berbicara tentang keterbukaan informasi publik, tentu saja kita tidak dapat mengesampingkan dunia digital dengan media sosial sebagai pirantinya. Perkembangan dunia digital dengan media sosialnya telah membuat rakyat Indonesia bergemuruh dengan lantang mengeluarkan aspirasi. Media sosial dalam bentuk twitter dan facebook menjadi riuh dengan komentar, pujaan, bahkan makian kepada para calon representatif rakyat di pemerintahan.  Momentum Pemilihan Umum 2014 lalu menjadi bukti nyata bagaimana peran sosial media begitu riuh mewarnai hingar bingar pesta demokrasi. Tak heran jika momen pemilihan umum 2014 lalu melahirkan daulat rakyat dalam sebuah tajuk demokrasi digital.


visualisasi demokrasi digital

foto via blog,marylhurst.edu


Perkembangan dunia digital telah meningkatkan kesempatan rakyat untuk dapat mengetahui informasi dari badan publik secara transparan. Kembali, Pemilu 2014 di Indonesia menjadi momentum. Komisi Pemilhan Umum (KPU) menganut sistem open data yakni membuka data perolehan suara dari tiap tempat pemungutan suara sehingga publik dapat melihatnya secara real-time. Pun juga ketika persiapan jelang Pemilu 2014, dalam situs resmi KPU di laman data.kpu.go.id kita bisa langsung cek data pemilih dalam Pemilihan Umum 2014. Data yang tersaji pada laman KPU tersebut meliputi Nomor Induk Kependudukan, daerah asal, dan nomor Tempat Pemilihan Suara dimana kita dapat mencoblos. Tak hanya itu, pada laman resmi KPU tersebut publik juga dapat melihat daftar calon legislatif lengkap dengan rekam jejaknya. Apa yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum ini seakan menegaskan bahwa keterbukaan informasi bagi publik itu penting, sekaligus wujud nyata dari salahsatu pilar nilai demokrasi berupa transparansi.

Tak hanya Badan Publik yang berupaya mewujudkan keterbukaan informasi bagi rakyat dengan mengambil momentum pemilihan umum 2014, peran rakyat semakin  juga tampak  dan meningkat dalam upaya keterbukaan informasi publik. Situs kawalpemilu.org yang khusus dibuat untuk memantau jumlah suara hasil Pemilihan Umum Presiden 2014 dari tiap Tempat Pemungutan Suara yang tersebar dari seluruh penjuru Indonesia adalah salahsatu buktinya. Situs yang dibuat secara sukarela ini merupakan wujud turun tangan langsung dari rakyat untuk mengawal keterbukaan informasi publik. Oleh Ainun Najib, founder kawalpemilu.org, menegaskan bahwa adanya transparansi pada jumlah suara yang masuk untuk Pemilu Presiden 2014 kemarin memang berawal dari keresahan masyarakat yang melihat begitu berbeda hasil quick count yang ditampilkan oleh media mainstream. Dan hasilnya, secara tak disangka, mampu menampilkan data yang akurat tidak beda jauh dengan hasil yang dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum. Hasil yang luar biasa yang didapat oleh kawalpemilu.org ini tidak dapat terwujud jika tidak adanya partisipasi rakyat untuk berperan secara sukarela sebagai relawan, memantau jalanya penghitungan suara di TPS pada daerahnya masing-masing lalu meng-uploadnya demi terwujudnya transparansi hasil Pemilu Presiden 2014. Media digital menjadi media yang mudah diakses oleh rakyat sebagai media untuk mewujudkan keterbukaan informasi publik.

Tiap kebijakan dari Badan Publik bisa terus kita kawal semenjak semangat demokrasi digital mulai merebak. Badan Publik meliputi Kementerian dan Komisi Pemberantasan Korupsi secara rutin memperbaharui info dan kebijakan yang dihasilkan untuk kemudian ditampilkan secara transparan dan bisa diakses oleh masyarakat melalui website resmi. Konten yang diberikan sangat beragam dan interaktif, sehingga memudahkan masyarakat untuk memantau kinerja dari kementerian ataupun badan publik yang baru naik daun semacam Komisi Pemberantasan Korupsi. Bahkan untuk memacu Badan Publik untuk menyediakan informasi secara interaktif pada laman websitenya, diberikan pernghargaan khusus yang diberi nama E Transparancy Award. Penghargaan yang digagas oleh Paramadina Public Institute and Policy (PPIP) dan Unit Kerja Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP) ini khusus diberikan kepada Badan Publik yang memanfaatkan teknologi dan piranti elektronik demi terwujudnya transparansi dalam bernegara. Untuk 2014, badan publik yang diberikan penghargaan E Transparancy Award adalah Komisi Pemberantasan Korupsi lalu diikuti oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan RI pada 3 besar terbaik.

Penyelenggaraan rapat pada Pemerintah Daerah yang selama ini tidak bisa kita akses bagaimana proses keberlangsunganya  menjadi bisa kita akses secara bebas semenjak pemanfaatan teknologi untuk keterbukaan informasi publik digunakan maksimal. Pada laman berbagi video Youtube, kita bisa melihat bagaimana berlangsungnya proses rapat yang dihelat oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Melalui akun youtube Pemprov DKI, kita secara leluasa bisa melihat proses pengambilan kebijakan pada rapat bahkan hingga berbagai kegiatan seremonial yang diadakan. Menurut keterangan dari Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, pemanfaatan teknologi ini merupakan upaya dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mendekatkan diri pada masyarakat dan juga transparansi oleh publik. Metode ini pun sudah mulai diikuti oleh Pemerintah Provinsi lainya di Indonesia.

Kini, ketika tak puas dengan kebijakan yang dihasilkan oleh Pemerintah, kita bisa langsung mengawalnya melalui sebuah petisi. Adalah situs change.org yang menjadi corong ketika masyarakat tak puas dengan kebijakan yang dihasilkan oleh Pemerintah. Situs ini memfasilitasi masyarakat untuk mengungkapkan ketidakpuasanya melalui petisi yang bisa langsung mendapatkan dukungan dari masyarakat lainya yang dalam satu pemikiran. Ketika jumlah petisi mencapai jumlah yang signifikan, makan Pemerintah akan memperhatikan isi yang tercantum di dalamnya. 2014 mencatat terjadinya kenaikan jumlah signifikan pada petisi yang dihasilkan oleh masyarakat yakni hingga 900.000. Tidak lain tidak bukan ini adalah efek dari demokrasi digital yang berujung pada keterbukaan informasi pada publik.

Berdasarkan fakta di atas, keterbukaan informasi publik menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi pada era digital seperti saat ini. Akses masyarakat terhadap sebuah informasi menjadi tak ada batas dan dapat dilakukan dimana dan kapan saja. Oleh karena itu, atas permintaan terhadap keterbukaan informasi publik dari pemerintah oleh rakyat yang semakin tinggi, maka partisipasi tinggi dari rakyat juga diharapkan akan muncul. Inisiatif dari rakyat untuk menjunjung tinggi asas keterbukaan informasi publik sudah didukung oleh mudahnya akses digital sebagai media. Ayo turun tangan demi terwujudnya keterbukaan informasi publik pada era demokrasi digital!



@aditmaulhas

Minggu, 04 Januari 2015

Ketika Seorang Kapten dalam Persimpangan




Dunia terkejut ketika pada Jum’at (2/1) sore waktu Indonesia Barat seorang kapten tim mengumumkan untuk tidak memperpanjang kontraknya dalam sebuah klub. Tak sembarang kapten, namun juga telah menjadi ikon kotanya. Steven George Gerrard nama lengkapnya, memutuskan untuk mengakhiri masa baktinya sebagai kapten tim Liverpool FC seusai musim 14/15 paripurna. Sebuah keputusan besar untuk tidak memperpanjang kontrak untuk bermain bagi klub yang membesarkanya sejak merintis karir di akademi hingga menyandang ban kapten di tim senior. Tak kurang sudah 17 tahun seorang Gerrard, pria penuh kharisma yang lahir di bagian dari distrik Merseyside Liverpool bernama Whiston, mengocek si kult bundar.

Kondisi Gerrard ketika mengumumkan diri untuk tidak memperpanjang kontrak di akhir musim sebenarnya berada dalam kondisi persimpangan. Liverpool, tim yang dibelanya, berada dalam kondisi yang jauh dari kata memuaskan hingga pekan ke 20 Premier League. The Reds tececer ke peringkat 8 klasemen sementara jauh dari pencapaian runner up pada musim 13/14. Analisis yang berkembang, mandeknya permainan Liverpool yang sering kehilangan poin dan tak berkarakter pada tiap pertandinganya adalah merupakan andil dari pemain yang memiliki nama akrab Stevie G. Umur tak bisa dibohongi. Pada usianya yang ke 34 statstik dan performa Kapten bernomor 8 ini telah menurun.

Menurut statistik yang dikeluarkan oleh Squawka, dalam 17 pertandingan ketika Gerrard diturunkan sebagai starter selama 90 menit, hanya 6 yang berakhir dengan kemenangan. Bahkan ketika partai away ketika kalah 3-1 melawan Crystal Palace statistik tacklenya tak ada satupun yang berhasil alias 0%! Hal ini berpengaruh pada rataan tackle yang berbanding terbalik bagi seorang Steven Gerrard. Sampai pekan ke 20 EPL musim ini hanya 27 tekel yang sukses, tak ada setengahnya dari catatan yang ia torehkan dengan namanya pada musim lalu berjumlah 71.

Statistik tekel Steven Gerrard ketika Liverpool kalah 1-3 dikandang Palace

foto via twitter.com/squawka



Perbandingan performa yang tampak menurun dari Steven Gerrard dari musim 13/14 ke musim 14/15

foto via squawka.com



Atas dasar menurunya performa, menit bermain seorang Gerrard menjadi berkurang. Tak ayal bangku cadangan saat ini menjadi teman akrab seorang ikon kota Liverpool ini. Kondisi ini mau tak mau diambil pelatih Brendan Rodgers ketika kekompakan tim tak kunjung muncul. Posisi Gerrard yang berevolusi sejak musim lalu yakni menjadi gelandang bertahan tak lagi memberikan rasa aman bagi back four di belakangnya. Sosoknya mulai tergantikan oleh seorang Lucas Leiva dengan catatan statistik yang lebih mentereng dari Gerrard dalam posnya sebagai filter pertama serangan lawan, dengan 36.5% intersep. Sementara sosok Stevie G hanya mampu menorehkan 20% intersep hingga pekan ke 20. Kondisi ini menjadi dilematis bagi Rodgers. Sebagai seorang gaffer, masih sulit rasanya untuk menafikkan pemain sekaliber Gerrard hanya di bangku cadangan. Berbagai opsi sudah dilakukan B-Rod untuk terus memakai Gerrard sebagai inti permainan Liverpool seperti menduetkan Gerrard dengan Lucas dalam skema double pivot hingga mengorbankan Henderson di posisikan sebagai sayap kanan.  Hasilnya pun setali tiga uang, performa tim tetap tak kunjung maksimal.

Secara implisit bisa kita lihat bahwa keputusan Gerrard untuk tidak memperpanjang kontraknya di Liverpool karena personal dari sosok mantan kapten timnas Inggris ini yang masih ambisius untuk mendapatkan menit bermain yang reguler 90 menit pada tiap pekan. Keputusan untuk meninggalkan Liverpool pada akhir musim 14/15 untuk selanjutnya mencicipi tantangan baru di liga sepakbola Amerika Serikat, Major League Soccer (MLS), seakan menguatkan ambisinya untuk terus berpeluh keringat di lapangan hijau.

Statement resmi dari Gerrard untuk melanjutkan karirnya di Major League Soccer tertekam dari tweet resmi @LFC


Pada akhirnya, keputusan dari Captain Fantastic untuk tidak memperpanjang kontrak bersama Liverpool pada akhir musim 14/15 adalah keputusan yang perlu diputuskan pada titik sebuah persimpangan. Di satu sisi, Liverpool sebagai sebuah tim perlu terus berkembang tanpa harus terhambat oleh figur satu atau dua pemain saja. Sementara pada sisi yang lain, seorang ikon tim merasa masih mempunyai gairah untuk terus bermain. Sebagai seorang kopites, perlu rasanya legowo dan mengapresiasi keputusan seorang Steven Gerrard untuk mengakhiri petualanganya di Liverpool selama 17 tahun pada akhir musim nanti, seperti besarnya rasa apresiasinya yang ia ungkapkan untuk mewakili para suporter Liverpool FC sebagai pemain dan sebagai seorang kapten.



“It has been a previlege to represent you, as a player and as a captain. I have cherished every second of it”


Thank you, Stevie.





@aditmaulhas


Minggu, 28 Desember 2014

Membingkai Kenangan dan Melampaui Masa Depan Bersama Doraemon



Tiga plot dihadirkan dalam nostalgia masa kecil ketika hari Minggu tiap pukul 8 pagi. Pada plot pertama kita akan mengenal bagaimana awal pertama pertemuan Nobita dan doraemon beserta alat-alat yang keluar dari kantong ajaib. Kenangan masa kanak-kanak itupun muncul.

Plot kedua merupakan yang paling banyak di sorot dalam film yang digagas untuk memperingati 80th penulis serial kucing ajaib ini, Fujiko F Fujio. Bagaimana dinamika love struck dari Nobita dan Shizuka. Pembaca setia komik atau penonton serial setia dari Doraemon pasti sudah tahu bagaimana intrik yang terjadi tentang kisah cinta Nobita yang begitu menghiasi masa kecilnya. Berharap ingin bersanding di pelaminan dengan seorang yang cantik pintar memainkan biola bernama Shizuka. Dalam scene diceritakan bagaimana Nobita ingin tahu kejadian apa yang terjadi dengan kisah cintanya dengan Shizuka ketika beranjak dewasa. Dengan mesin waktu, Nobita bersama Doraemon melihat apa yang terjadi ketika Nobita beranjak dewasa. Sayang, scene yang ditunggu para pecinta serial ini, ketika pernikahan Nobita dan Shizuka tak ditampilkan. At least, dengan mesin waktunya, Nobita telah melampaui masa depan untuk mengetahui siapa jodohnya kelak.

Nobita telah menemukan kebahagiaan dan tugas Doraemon telah selesai menjadi penutup yang tersaji di plot ketiga. Momen-momen ketika Doraemon telah sukses memberikan kebahagiaan bagi Nobita dan harus pulang ke abad 21. Momen yang membuat para hipster Doraemon menitikkan air mata ketika Doraemon menangis harus pulang dan perjuangan tak kenal lelah Nobita untuk mengalahkan Giant.

Patut disayangkan ketika film ini belum menjawab banyak pertanyaan yang sering ditunggu oleh pecinta Doraemon. Bagaimana kehidupan Nobita dan kawan-kawan ketika beranjak dewasa? Apakah Doraemon benar-benar sudah mencapai episode terakhirnya? Pertanyaan tersebut masih menjadi sebuah misteri yang belum terjawab. Dan amat disayangkan pula ketika film ini ternyata bocor sehingga bentuk illegalnya dalam .wmv bisa beredar bebas dan gratis dari satu flashdisk ke flashdisk lainya.

Perjuangan menonton Doraemon sampai ke Magelang!


Pengalaman menonton “Stand by Me, Doraemon” di bioskop, walaupun lebih mahal dan harus keluar kota (bagi yang berdomisili di Yogya) sungguh priceless. Kita bisa melihat sebuah fenomena manusia yang terus berkembang. Para penikmat serial Doraemon yang sudah berkeluarga misalnya mengajak anak-anaknya untuk ikut menonton serial kucing ajaib dari Jepang, mengajak mengambil intisari kehidupan yang tersaji di dalam kisahnya untuk kemudian merefleksikanya dalam kehidupan sehari-hari.

Ya, menonton kisah Doraemon dalam “Stand by Me, Doraemon adalah sebuah upaya untuk membingkai masa lalu dan melampaui masa depan.


@aditmaulhas

Rabu, 12 November 2014

Berdiasporalah, Pemain Indonesia!

Di era globalisasi seperti saat ini, fenomena perpindahan manusia semkin marak kita temui. Dibukanya pasar bebas membuka peluang setiap individu untuk bisa bekerja di belahan bumi manapun. Setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk bisa mengembangkan kariernya.

Pun yang terjadi di Indonesia. setiap personal yang ada di Indonesia saat ini memiliki kesempatan untuk bekerja dan meniti karir seluas-luasnya. Tak hanya berada di Indonesia saja namun juga terbuka kesempatan untuk bisa ke luar negeri. Fenomena penduduk Indonesia yang bekerja diluar negeri ini dinamakan sebagai diaspora.

Diaspora menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki definisi yakni tersebarnya penduduk dari satu negara ke berbagai penjuru dunia. istilah ini yang coba diusung penulis sebagai istilah yang juga dapat berlaku di sepakbola. Bila ditarik kesamaan antara diaspora dan sepakbola, arti yang muncul adalah keadaan dimana suatu negara mampu untuk memproduksi pemain sepakbola yang berkualitas dan mampu menyebar untuk bermain di liga dari berbagai penjuru dunia.

Fenomena pemain Indonesia ke luar negeri untuk bermain sepakbola dimulai pada tahun 1974. Adalah Iswadi Idris yang mengawali kariernya di luar negeri bersama klub Liga Australia Western Suburbs. Selama satu musim pada 1974-75, legenda sepakbola Indonesia ini tampil sebagai pilar klub. Berlanjut pada tahun 1988, klub Matsushita yang bermain di Liga Jepang merekrut salah satu penyerang haus gol Indonesia Ricky Yackobi. Tak mau kalah dengan rekanya setahun kemudian Robby Darwis menjadi pujaan publik Malaysia melaui aksinya di klub Kelantan FA pada 1989-90.

Pemain Indonesia mulai diperhitungkan di liga Eropa pada waktu itu ketika Kurnia Sandy dan Kurniawan Dwi Yulianto sukses masuk tim utama salahsatu klub Serie-A Italia Sampdoria. Pada waktu itu musim 1996-97, Kurnia Sandy masuk sebagai kiper ketiga tim yang bermarkas di Genoa, Italia itu. Namun sayang pada waktu itu Allenatore dari Sampdoria jarang memberikan menit bermain kepada Kurnia Sandy karena lebih mempercayakan pada kiper lokal. Pun hal yang sama terjadi pada Kurniawan. Padahal sebelum berlabuh di Sampdoria, Kurniawan telah memiliki pengalaman bermain di Liga Eropa bersama klub Swiss FC Luzern pada 1994-95.

Kurniawan DY ketika bermain di tim Primavera Sampdoria

foto via http://syifaurrahman.files.wordpress.com/


Fenomena diaspora pemain Indonesia untuk bermain di liga Eropa semakin deras pada medio 2000an. Liga Hongkong menjadi tempat mengadu nasib mengocek bola bagi Rochi Putiray. Selama 3 musim Rochi menjadi bomber yang menakutkan di depan gawang lawan di Liga Hongkong. Instant-Dict FC, Happy Valley, South China AA dan Kitchee SC menjadi klub tempat persinggahan Rochi Putiray. Bahkan sejarah mencatat pada sebuah laga ujicoba bersama Kitchee SC, Rochi Putiray sukses dua kali menjebol gawang AC Milan yang dikawal oleh  Christian Abbiati pada waktu itu.

Aksi Rochi Puttiray ketika membobol gawang AC Milan pada sebuah laga ujicoba Kitchee FC, Hongkong

foto via www.pbase.com/accl


Negara tetangga kita juga tak akan pernah lupa bagaimana dua pemain Indonesia yang bermain bagi klub lokal Selangor FC sukses memberikan kejayaan berupa juara liga. Bambang Pamungkas dan Elie Aiboy membawa Selangor FC berjaya pada musim 2005-07. Bahkan Bepe dua kali sukses menyabet gelar pemain terbaik dan topskor di Liga Malaysia.

Bepe mengharumkan nama Indonesia di negeri jiran Malaysia lewat torehan golnya

foto via www.sundul.com


Melihat fenomena diatas maka sangat layak jika himbauan untuk pemain Indonesia bisa berdiaspora, bermain di liga di penjuru dunia, untuk terus diapungkan. Memang, kenyataan yang selama ini terjadi pemain Indonesia masih ada dibawah dari pemain dari negara Eropa bahkan Jepang dan Korea Selatan dalam hal kualitas. Kebanyakan pemain Indonesia merasa minder ketika bersaing di liga selain liga Indonesia. namun, justru metode diaspora inilah yang sangat dibutuhkan oleh pemain Indonesia saat ini. 

Kita bisa melihat bagaimana amburadulnya Liga Indonesia. dari hal yang pertama dan esensial adalah soal jadwal liga yang kerapkali berubah. Menjadi hal yang sangat riskan bagi pesepakbola dan sebuah tim apabila jadwal liga bisa berubah tak menentu. Program yang telah dilaksakan oleh tim akan kena imbasnya dan pemain tidak bisa berkembang menuju performa terbaiknya. Jadwal Liga Indonesia kerap kali berubah karena izin dari panpel yang kerap tak keluar akibat tidak terjamin keamanan pertandingan. Kedua, manajemen gaji klub-klub Liga Indonesia masih sangat parah. Banyak klub-klub di Liga Indonesia yang terlambat membayarkan gaji kepada pemainya. Hal ini tentu berimbas pada kesejahteraan dan kenyamanan pemain. Hal ini jelas tidak menunjang pada perkembangan pemain dalam mengeluarkan kemampuan terbaiknya.

Faktor ketiga yang menyebabkan Liga Indonesia belum sepenuhnya profesional adalah masih banyaknya permainan keras yang kadang tidak di peringatkan oleh wasit. Tekel-tekel keras yang dipertunjukan oleh pemain kerap tidak di peringatkan oleh wasit. Hal ini berdampak besar ketika pemain Indonesia bertanding di kancah ASEAN seperti di AFF Cup atau Sea Games atau bahkan di kancah Asia seperti Piala Asia, Liga Champion Asia, dan AFC Cup. Pemain Indonesia kerap melakukan tekel keras akibat terbawa oleh permainan yang seringkali terjadi di Liga Indonesia. Namun bedanya, pada level ini pemain Indonesia mendapat getahnya melalui kartu kuning yang tidak perlu atau bahkan kartu merah yang justru memberikan kerugian bagi tim yang dibelanya. 

Kerasnya J-League saat ini di rasakan Irfan Bachdim bersama Venforet Kofu

foto via lintas.me


Atas dasar hal diatas, sudah saatnya pemain Indonesia untuk berdiaspora bermain di liga-liga sepakbola di luar negeri. Transfer ilmu akan didapatkan oleh pemain Indonesia mulai dari sistem liga yang terstuktur dengan rapi, fasilitas latihan yang bagus sehingga mampu meningkatkan skill individu serta penguatan mental untuk bersaing dengan para pemain sepakbola dari penjuru dunia. Tetap terus maju bagi pemain Indonesia yang memutuskan untuk berdiaspora di liga luar negeri bagi Andik Vermansyah, Hamka Hamzah, Patrich Wanggai, Yandi Sofyan dan Irfan Bachdim untuk musim ini. Tunjukkan bahwa pemain Indonesia tak kalah kualitas. Sekali lagi penulis sarankan, berdiasporalah, pemain Indonesia!


@aditmaulhas

Senin, 16 Juni 2014

Ketika Memakai Logika Sepakbola Pada Logika Cinta

Aku jatuh cinta pada sepakbola seperti aku jatuh cinta kepada perempuan. Semua terjadi tiba-tiba, tak dapat diterangkan dalam kata.
Otak yang kritis berhenti seketika. Aku tak berpikir sama sekali tentang kesakitan dan kekacauan yang mungkin terjadi karenanya.


Sebuah ungkapan dari Nick Hornby, Warga Inggris penggila bola dan penulis buku terkenal tentang sepakbola. Ya, ketika logika sepakbola dan cinta berjalan beriringan. Keduanya secara logika merepresentasikan sisi yang berbeda. Sepakbola dengan sisi maskulin dan cinta, yang apabila di lihat secara lebih dekat, kental dengan unsur feminis.


Sekarang kita ubah logikanya. Bagaimana logika cinta di benturkan dengan sisi dari sepakbola.

Aku mencintaimu dengan sepenuh hati layaknya seorang pemain yang mencium badge ketika melakukan selebrasi setelah mencetak gol
Aku belajar mencintaimu dengan jatuh bangun, bahkan menuai banyak kesalahan, seperti melatih upaya eksekusi tendangan bebas pada sesi latihan hingga percobaan ke 100 
Aku selalu berjuang untuk mempertahankan cinta kita layaknya sorang pemain yang tetap terus optimis untuk melakukan come back, walaupun keadaan sudah tertinggal dengan skor 3-0
Dan aku mulai berpikir realistis dalam mencintaimu, seperti tim dari kecil dengan budget yang terbatas yang bermain hanya berpikir untuk kebahagiaan tanpa pedulikan lagi sebuah titel. 



@aditmaulhas