Selasa, 03 Desember 2013

Belajar Sederhana dari Sosok Pak Tadji

              Masih terbayang dalam ingatan bulan lalu kita memperingati Hari Guru Nasional. Masih hangat pula sebuah tulisan “VIP-kan Guru Guru Kita” dari pak Anies Baswedan di surat kabar minggu lalu. Jelas, Guru memang pahlawan tanpa tanda jasa. Bagaimana posisi seorang Guru sangatlah menginspirasi bagi kita sekalian selaku muridnya dalam menghadapi dunia ini dengan ilmu yang tiada batas telah diberikan.
            Kemarin (2/12) membaca via akun twitter @MoehiYK terdengar kabar bahwa Guru dari SMA tercinta SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, bp Sutadji Daluprati akan purna tugas. Ketika itu pula terkenang memori-memori ketika masih dibimbing beliau pada masa SMA dulu.
            Pak Tadji, begitu beliau biasa di sapa, sangat memberikan insipirasi bagi saya. Memang ketika itu saya tidak pernah diajar secara oleh beliau secara klasikal di kelas karena beliau adalah guru jur IPA dan saya sendiri adalah murid IPS. Namun, satu hal yang membuat saya bisa berinteraksi dengan beliau adalah ketika berbicara tentang hal keagamaan.
            Beliau dikenal sebagai sosok yang religius oleh masyarakat sekitar. Bagi kita muridnya, Pak Taji merupakan sosok yang tegas dalam hal keagamaan. Tak segan-segan beliau memukul murid laki-laki nya ketika malas untuk menunaikan ibadah shalat berjamaah di masjid. Beliau bersuara paling lantang ketika kultum setelah shalat dzuhur menngingatkan kepada seluruh muridnya untuk terus  beribadah kepada Allah SWT.
            Yang berbekas langsung kepada saya dari seorang Pak Tadji adalah waktu itu sempat diingatkan oleh beliau ketika jamaah shalat dzuhur. Waktu itu, saya dengan beberapa teman saya akan mendirikan shalat berjamaah. Namun karena kami anggap waktu itu menunggu jamaah lain terlalu lama dan kita juga terburu-buru, akhirnya kami berinisiatif  untuk shalat jamaah lebih dulu. Alhasil jamaah grup besarnya ter-pending menunggu kami selesai shalat. Sadar kami telah mengganggu jalanya ibadah shalat, saya pun, yang waktu itu sebagai imam di dekati oleh pak Taji. Saya sangka ketika itu beliau akan memarahi saya namun ternyata beliau mendekati saya dan menasehati saya bahwa perbuatan saya tadi keliru dan dihimbau untuk tidak mengulanginya kembali.
            Sosok sederhana beliau juga tergambar ketika saya dengan teman saya Aji (@dimassaksilaaji) datang kerumah beliau dalam rangka mengundang beliau sebagai pembicara pada acara syawalan #2010Moehi. Beliau tinggal di rumah sederhana desain jaman dulu tak jauh dari SMA Muhi. Kami pun diterima beliau dengan baik di sebuah kursi dipan (kursi dengan bahan utama kayu) di ruang tamunya. Tampak disana pula kami melihat tumpukan kertas, yang mungkin waktu itu saya sangka adalah sebuah koreksian tugas dan ujian, serta sepeda yang selalu menemani beliau sebagai alat transportasi. Beliau, Pak Taji, selalu tersenyum ketika menerima kami. Tak ada perasaan sedih dari raut muka beliau pada waktu itu.
Pak Tadji quote
foto via @fanianiffah



            Ujaran, “jangan sombong ananda” menjadi ujaran yang terus terngiang di dalam hati sanubari setiap muridnya. Saya banyak belajar dari beliau tentang arti kesedehanaan dalam hidup serta keagaaman dalam hal meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Selamat purna tugas Pak Tadji, semoga kami dapat terus mengamalkan ilmu yang telah engkau berikan.


@aditmaulhas