Di era globalisasi seperti saat ini, fenomena perpindahan
manusia semkin marak kita temui. Dibukanya pasar bebas membuka peluang setiap
individu untuk bisa bekerja di belahan bumi manapun. Setiap individu mempunyai
kesempatan yang sama untuk bisa mengembangkan kariernya.
Pun yang terjadi di Indonesia. setiap personal yang ada
di Indonesia saat ini memiliki kesempatan untuk bekerja dan meniti karir
seluas-luasnya. Tak hanya berada di Indonesia saja namun juga terbuka kesempatan
untuk bisa ke luar negeri. Fenomena penduduk Indonesia yang bekerja diluar
negeri ini dinamakan sebagai diaspora.
Diaspora menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki definisi yakni tersebarnya penduduk dari satu negara ke berbagai
penjuru dunia. istilah ini yang coba diusung penulis sebagai istilah yang juga
dapat berlaku di sepakbola. Bila ditarik kesamaan antara diaspora dan
sepakbola, arti yang muncul adalah keadaan dimana suatu negara mampu untuk
memproduksi pemain sepakbola yang berkualitas dan mampu menyebar untuk bermain
di liga dari berbagai penjuru dunia.
Fenomena pemain Indonesia ke luar negeri untuk bermain
sepakbola dimulai pada tahun 1974. Adalah Iswadi Idris yang mengawali kariernya
di luar negeri bersama klub Liga Australia Western Suburbs. Selama satu musim
pada 1974-75, legenda sepakbola Indonesia ini tampil sebagai pilar klub.
Berlanjut pada tahun 1988, klub Matsushita yang bermain di Liga Jepang merekrut
salah satu penyerang haus gol Indonesia Ricky Yackobi. Tak mau kalah dengan
rekanya setahun kemudian Robby Darwis menjadi pujaan publik Malaysia melaui
aksinya di klub Kelantan FA pada 1989-90.
Pemain Indonesia mulai diperhitungkan di liga Eropa pada
waktu itu ketika Kurnia Sandy dan Kurniawan Dwi Yulianto sukses masuk tim utama
salahsatu klub Serie-A Italia Sampdoria. Pada waktu itu musim 1996-97, Kurnia
Sandy masuk sebagai kiper ketiga tim yang bermarkas di Genoa, Italia itu. Namun
sayang pada waktu itu Allenatore dari Sampdoria jarang memberikan menit bermain
kepada Kurnia Sandy karena lebih mempercayakan pada kiper lokal. Pun hal yang
sama terjadi pada Kurniawan. Padahal sebelum berlabuh di Sampdoria, Kurniawan
telah memiliki pengalaman bermain di Liga Eropa bersama klub Swiss FC Luzern
pada 1994-95.
|
Kurniawan DY ketika bermain di tim Primavera Sampdoria
foto via http://syifaurrahman.files.wordpress.com/ |
Fenomena diaspora pemain Indonesia untuk bermain di liga
Eropa semakin deras pada medio 2000an. Liga Hongkong menjadi tempat mengadu
nasib mengocek bola bagi Rochi Putiray. Selama 3 musim Rochi menjadi bomber
yang menakutkan di depan gawang lawan di Liga Hongkong. Instant-Dict FC, Happy
Valley, South China AA dan Kitchee SC menjadi klub tempat persinggahan Rochi
Putiray. Bahkan sejarah mencatat pada sebuah laga ujicoba bersama Kitchee SC,
Rochi Putiray sukses dua kali menjebol gawang AC Milan yang dikawal oleh Christian Abbiati pada waktu itu.
|
Aksi Rochi Puttiray ketika membobol gawang AC Milan pada sebuah laga ujicoba Kitchee FC, Hongkong
foto via www.pbase.com/accl |
Negara tetangga kita juga tak akan pernah lupa bagaimana
dua pemain Indonesia yang bermain bagi klub lokal Selangor FC sukses memberikan
kejayaan berupa juara liga. Bambang Pamungkas dan Elie Aiboy membawa Selangor
FC berjaya pada musim 2005-07. Bahkan Bepe dua kali sukses menyabet gelar
pemain terbaik dan topskor di Liga Malaysia.
|
Bepe mengharumkan nama Indonesia di negeri jiran Malaysia lewat torehan golnya
foto via www.sundul.com |
Melihat fenomena
diatas maka sangat layak jika himbauan untuk pemain Indonesia bisa berdiaspora,
bermain di liga di penjuru dunia, untuk terus diapungkan. Memang, kenyataan
yang selama ini terjadi pemain Indonesia masih ada dibawah dari pemain dari
negara Eropa bahkan Jepang dan Korea Selatan dalam hal kualitas. Kebanyakan
pemain Indonesia merasa minder ketika bersaing di liga selain liga Indonesia. namun,
justru metode diaspora inilah yang sangat dibutuhkan oleh pemain Indonesia saat
ini.
Kita bisa melihat bagaimana amburadulnya Liga
Indonesia. dari hal yang pertama dan esensial adalah soal jadwal liga yang
kerapkali berubah. Menjadi hal yang sangat riskan bagi pesepakbola dan sebuah
tim apabila jadwal liga bisa berubah tak menentu. Program yang telah dilaksakan
oleh tim akan kena imbasnya dan pemain tidak bisa berkembang menuju performa
terbaiknya. Jadwal Liga Indonesia kerap kali berubah karena izin dari panpel
yang kerap tak keluar akibat tidak terjamin keamanan pertandingan. Kedua,
manajemen gaji klub-klub Liga Indonesia masih sangat parah. Banyak klub-klub di
Liga Indonesia yang terlambat membayarkan gaji kepada pemainya. Hal ini tentu
berimbas pada kesejahteraan dan kenyamanan pemain. Hal ini jelas tidak
menunjang pada perkembangan pemain dalam mengeluarkan kemampuan terbaiknya.
Faktor ketiga yang menyebabkan Liga Indonesia belum
sepenuhnya profesional adalah masih banyaknya permainan keras yang kadang tidak
di peringatkan oleh wasit. Tekel-tekel keras yang dipertunjukan oleh pemain
kerap tidak di peringatkan oleh wasit. Hal ini berdampak besar ketika pemain
Indonesia bertanding di kancah ASEAN seperti di AFF Cup atau Sea Games atau
bahkan di kancah Asia seperti Piala Asia, Liga Champion Asia, dan AFC Cup.
Pemain Indonesia kerap melakukan tekel keras akibat terbawa oleh permainan yang
seringkali terjadi di Liga Indonesia. Namun bedanya, pada level ini pemain
Indonesia mendapat getahnya melalui kartu kuning yang tidak perlu atau bahkan
kartu merah yang justru memberikan kerugian bagi tim yang dibelanya.
|
Kerasnya J-League saat ini di rasakan Irfan Bachdim bersama Venforet Kofu
foto via lintas.me |
Atas dasar hal diatas, sudah saatnya pemain Indonesia
untuk berdiaspora bermain di liga-liga sepakbola di luar negeri. Transfer ilmu
akan didapatkan oleh pemain Indonesia mulai dari sistem liga yang terstuktur
dengan rapi, fasilitas latihan yang bagus sehingga mampu meningkatkan skill
individu serta penguatan mental untuk bersaing dengan para pemain sepakbola
dari penjuru dunia. Tetap terus maju bagi pemain Indonesia yang memutuskan
untuk berdiaspora di liga luar negeri bagi Andik Vermansyah, Hamka Hamzah,
Patrich Wanggai, Yandi Sofyan dan Irfan Bachdim untuk musim ini. Tunjukkan
bahwa pemain Indonesia tak kalah kualitas. Sekali lagi penulis sarankan,
berdiasporalah, pemain Indonesia!
@aditmaulhas