Setelah puasa
gelar selama 37 tahun akhirnya rakyat Sleman berpesta. Dahaga akan gelar yang ditunggu-tunggu
itu akhirnya tuntas di tebus tepat pada Hari Pahlawan Nasional. Melalui partai
final yang cukup sengit hingga perpanjangan waktu, skor 2-1 menjadi bukti
kesuksesan PSS Sleman menggondol gelar juara Divisi Utama LPIS setelah mengalahkan
Lampung FC. Sontak setelah peluit akhir babak perpanjangan waktu ditiupkan
suporter Sleman tumpah ruah ke dalam stadion. Mereka seakan tidak peduli
dengan pagar pembatas, yang mereka inginkan adalah memeluk para pemain PSS
Sleman yang menjadi pahlawan versi mereka pada waktu itu.
Namun dibalik euforia juara PSS
Sleman yang memutus dahaga gelar, masih banyak pihak yang menyangsikan apakah
benar-benar gelar tersebut layak buat pasukan Sembada. Seperti bias berhembus
di sepakbola nasional isu akan pesanan gelar juara sudah di setting sebelumnya
turut menyeruak. Hal ini sempat dicurigai mengingat venue semifinal dan final
di gelar di stadion Maguwoharjo yang notabene kandang PSS Sleman. Keraguan publik
akan gelar Divisi Utama LPIS bertambah ketika seremoni distribusi gelar. Tak ada
perwakilan dari PSSI yang hadir pada partai final, justru Bupati Sleman Sri
Purnomo yang memberikan trofi. Trofi yang dibuat pun di sinyalir mendadak
dibuat. Dan yang lebih parahnya lagi tak ada nominal hadiah uang yang diberikan
bagi sang kampiun. Fakta-fakta diatas seolah mengerucut pada kesimpulan bahwa
kompetisi Divisi Utama LPIS 12/13 ini semacam kompetisi “dagelan” yang
sekenanya dibuat asal memeras keringat.
Kapten PSS Sleman, Anang Hadi, mengangkat trofi juara Divisi Utama LPIS 2012/2013 foto via @elja_kaskus |
Kegamangan atas gelar juara
kompetisi yang dianggap abal-abal secara tidak langsung mengurangi kualitas
gelar yang di dapat dari PSS Sleman. Namun yang perlu dipahami adalah gelar juara
yang diraih bukan hanya juara biasa yang didapat dengan perjuangan di atas
lapangan hijau. Lebih dari itu, PSS Sleman meraih gelar juara Divisi Utama LPIS
12/13 adalah buah dari hasil kerja keras dari setiap elemen yang ada di
dalamnya. Mulai dari pemain, tim kepelatihan, manajemen, hingga loyalitas tanpa
batas dari suporter setia PSS Sleman. Jika dirangkum dalam satu kata,
kemandirian adalah jawabanya. Selama musim kompetisi 2012/2013 punggawa Sembada
menunjukkan nilai kemandirian tersebut.
Segi finansial paling menonjol dalam
nilai kemandirian yang ditunjukkan PSS Sleman selama kompetisi musim 12/13. Tak
ada ceritanya manajemen menunggak pembayaran gaji tiap bulan. Padahal, hal
ini menjadi masalah laten persepakbolaan di Indonesia. ditambah lagi tak ada
utang yang tersisa di akhir kompetisi. Mengapa dari segi finansial PSS Sleman
di musim ini begitu rapi? Kemandirian mencari sumber dana menjadi kunci. Di musim
12/13 ini PSS Sleman tak lagi bergantung pada dana APBD dari kab Sleman namun
mulai mencari jalan alternatif untuk mandiri mencari pemasukan. Inovasi melalui
PSS Store yang menjual jersey original, merchandise hingga peralatan suporter
yang ditemani oleh Curva Sud Store membuahkan hasil menyediakan dana alternatif
buat PSS Sleman. Bahkan menurut laporan di akhir musim, suporter Sleman turut
memberikan royalti kepada klub sebesar 75 juta dalam satu musim. Jelas angka
yang cukup besar untuk pemasukan klub. Jumlah tersebut usaha lain seperti
angkringan yang di balut suasana PSS dalam Elja Ngangkring.
Kemandirian para suporter cukup
memberi andil untuk PSS Sleman juara di musim ini. Baik itu dari Slemania dan
Brigata Curva Sud sangat rapi terkonsep dalam memberikan loyalitas tanpa batas.
Seruan “no ticket no game” terbukti cukup ampuh untuk membuat mandiri para
suporter Sleman membeli tiket di tiap pertandingan home tanpa melalui calo. Pemasukan
tiket pun meningkat dan hampir tak ada tribun kosong ketika pertandingan home. Bahkan
lewat kemandirian suporter Sleman pula, jersey yang dikenakan para pemain
muncul. Keputusan yang diambil oleh manajemen mengenai hal ini sangatlah tepat.
Suporter semakin menanamkan sense of belonging kepada klub kebanggaanya karena mereka
turut dilibatkan dalam proses perjalanan klub.
Tak boleh dilupakan pula inovasi
dari segi media menjadi hal yang begitu menonjol pada kemandirian PSS Sleman
untuk menjadi juara di musim ini. Media yang dulunya tidak begitu diperhatikan
dalam perjalanan kompetisi menjadi berkembang pesat pada musim ini. Diawali oleh
kemunculan Elja Radio, yakni live report pertandingan home dan wawancara
langsung pemain melalui akses radio semakin menggemakan chant PSS Sleman ke
nasional bahkan hingga mancanegara. Terlebih
lagi adanya media online bertajuk Bal-balan ID semakin mengepakkan sayap media
PSS Sleman dengan menyediakan data statistik pertandingan komprehensif, suatu
hal yang sedang naik daun akhir-akhir ini sebagai pelengkap kenikmatan
mengamati sepakbola.
Teringat akan ujaran yang
tersebut dalam acara “Galeri Sepakbola Indonesia” : "Juara sejati, ialah
yang bisa menyelesaikan kompetisi secara realistis tanpa tunggakan gaji yang
menyengsarakan pemain." PSS Sleman bukan hanya sekedar juara Divisi Utama
LPIS 12/13 diatas lapangan saja. PSS Sleman telah sukses mengawali dengan
membina kemandirian menjadi juara.