Beberapa
waktu yang lalu dunia pendidikan sempat dihebohkan oleh kebijakan yang
menyentuh salah satu unsurnya. Kebijakan itu ialah di wacanakanya penghapusan
kelas Rintisan Sekolah Berbasis
Internasional (RSBI). Yep, kelas yang menitik beratkan pada metode pengajaran
yang mengacu pada sistem kelas Internasional.sesuai dengan namanya yang mengacu
pada metode pembelajaran Internasional,
berjalanya kelas disesuaikan dengan menggunakan cara internasional yakni memakai
bahasa pengantar bahasa Inggris, buku dari luar negeri serta mengunakan tenaga
pengajar dari luar negeri. Thus, the
question : are they (RSBI class) truly called as “International
Class”?
Kebijakan
dari pemerintah tersebut menggelitik memang. Sebagai personal yang terlibat
dalam kegiatan belajar megajar dalam lingkup kelas internasional, mulai
bertanya pada diri sendiri. Apakah selama ini sudah merasakan benar manfaat
dari kelas internasional? The question is
raised. A lot. Kuliah hampir kurang lebih jalan 3 tahun, tecatata sebagai
mahasiswa International Program of International Relations (IPIREL) Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Sedikit banyak tahu tentang bagaimana metode belajar
dengan cara internasional. Sudah dapat manfaat belum selama di kelas
internasional atau cocok di sebut mahasiswa dengan kualifikasi internasional?
Lalu
apa saja rutinitas yang terjadi selama kurang lebih hampir 3 tahun menjadi
mahasiswa di kelas internasional? A lot! Mulai dari hal yang sederhana, ketika
memulai jadi mahasiswa tahun pertama di IPIREL UMY. Ada satu ruangan yang khusus
di buat untuk mahasiswa kelas internasional. Ruangan itu biasa di sebut “study
hall”. Dari namanya jelas bahwa ruagan trsebut diperuntukkan untuk kegiatan
belajar. Banyak hal bisa dilakukan di study hall, mulai dari browsing internet,
sekedar baca buku sampai berdiskusi panjang lebar. Ruangan ini cukup nyaman
untuk berlama-lama di dalamnya karena dilengkapi pendingin ruangan.
IPIREL 2010 Squad |
Tak
hanya sebuah ruangan study hall yang menjadi fasilitas bagi mahasiswa kelas
internasional di UMY. Pola belajar mengajar dengan mengunakkan bahasa inggris,
baik itu dari segi bahasa pengantar saat proses pembelajaran maupun buku yang
digunakan. Ditambah lagi bahwa dosen dari luar negeri seringkali dihadirkan
sebagai selingan dalam proses kuliah. Hal-hal diatas membuat atmosfer kompetisi
begitu terasa. Diatambah lagi adanya kesempatan exchange student maupun
transfer kredit untuk merasakan lebih nuansa internasional dalam proses
pembelajaran.
Namun,
terlintas dalam pikiran apabila kita hanya terus menerima atas segala fasilats
yang disediakan oleh kelas internasional maka kita akan terbuai. Zona nyaman
pun terbentuk. Terkungkung dalam satu cakupan tanpa memperdulikan dunia luar,
bahkan anti sosial dalam bersosialisasi ke luar lingkungan dari kelas
internasional itu sendiri. Fakta sangat njomplang saya temukan ketika
berdiskusi ataupun tegur sapa dengan mahasiswa yang bukan dari kelas
internasional. “kok ga pernah keluar dari study hall?” atau “gaulnya cuma sama
anak IC aja nih” menjadi pertanyaan atau sapaan yang sering terdengar waktu
tahun pertama menjadi mahasiswa kelas internasional.
Tentu
saja ada pola “idealis” yang selayaknya sebagai seorang mahasiswa
internasional. Dengan fasilitas yang melimpah, tentu saja hal tersebut hendaklah
digunakan dengan baik. Di otimalkan dengan maksimal. Suasana kompetisi yang
terjadi adalah hal yang menurut saya sebagai comfort zone. Nyaman dalam artian
pola pikir untuk terus memberbaiki kualitas diri terus terjaga. Namun tak lupa
sebagai mahasiswa yang menempatkan diri sebagai personal yang sosial, hubungan
antar mahasiswa juga harus terjaga tanpa membedakan kelas. Kadang kita perlu
untuk keluar dari comfort zone kita dan berinteraksi dengan sekitar. Ya, karena
hidup bukan statis di satu tempat namun harus terus berputar dan bergerak.
By
the way, kuliah di kelas internasional itu biayanya mahal. Jadi.........kuliah
yang bener, Dit.
@aditmaulhas.