Rabu, 06 Januari 2016

Surat dari Liverpool

Apa kabar, diri sendiri?

Sebuah pertanyaan yang acap kali kita lupa, yakni hal yang paling sederhana, menyapa diri kita sendiri.

Kadang, terlalu sibuknya menjalani kehidupan sehari-hari, dengan mudahnya saya lupa menanyakan kabar diri sendiri, dengan maksud melakukan refleksi, apa saja yang telah kita capai selama ini.

Satu hal yang saya sadari, dengan menyapa diri sendiri dengan menanyakan kabar, adalah cara untuk membuat diri tetap mawas diri, bersyukur atas apa yang telah dilakukan. Disamping itu, dengan menanyakan kabar, saya dapat mengoreksi kekurangan yang telah diperbuat, untuk kemudian memperbaikinya.

Momentum pergantian tahun adalah saat yang tepat untuk menanyakan kabar pada diri sendiri.


Berikut ini adalah jawaban atas apa-apa yang saya tanyakan kepada diri sendiri, momen apa saja yang perbuat selama 2015 lalu, untuk kemudian bersyukur seraya berupaya membuat capaian baru di tahun yang baru.


1.     Jatuh bangun untuk Beasiswa LPDP



Hampir setengah dari tahun 2015, fokus dan energi saya habiskan untuk berjuang demi mendapatkan beasiswa LPDP dari Pemerintah Indonesia. Setelah lulus dari bangku S1 pada 2014 silam, target yang saya buat dan tuliskan adalah melanjutkan studi ke jenjang S2, demi mewujudkan cita-cita saya sebagai Dosen.

Akhir 2014 saya sempat terpukul karena belum berhasil untuk mendapatkan beasiswa LPDP pada kesempatan pertama. Padahal, waktu itu saya sudah mengantongi Letter of Acceptance dari kampus di Inggris serta hasil IELTS, sebagai modal awal untuk bisa mengenyam pendidikan di luar negeri.

Dengan persiapan yang lebih serta didahului dengan memperbaiki performa, akhirnya saya kembali mendaftar beasiswa LPDP untuk kali kedua pada Februari 2015. Alhamdulillah, pada kesempatan kedua ini usaha dan doa saya dikabulkan oleh Allah SWT. Saya ditetapkan lulus sebagai penerima beasiswa LPDP dari Pemerintah Republik Indonesia.

Tahun 2015 merupakan tahun perjuangan, untuk mewujudkan mimpi saya, melanjutkan studi S2 di luar negeri dengan beasiswa LPDP.



2.     Menemukan Passion di Social Media




Bagi sebagian orang, social media hanyalah sebatas piranti untuk mengungkapkan perasaan dan membagi foto-foto pribadi belaka. Namun, bagi saya, social media lebih itu. Social media punya kekuatan tersendiri untuk berbagi insipirasi, termasuk di dalamnya memberikan kebermanfaatan bagi semua.

Dunia social media semakin membuat saya jatuh cinta, ketika proses pembelajaranya menuai sukses. Pada 2015, dengan diberinya kesempatan untuk belajar di alma mater, sebagai social media manager akun social media kampus UMYogya, saya semakin menyadari bahwa salahsatu passion saya ada di dunia digital ini.

Banyak project yang saya lalui bersama UMYogya. Tak hanya melalui twitter, namun merambah pada penggunaan social media yang lain seperti Instagram maupun Facebook page. Seiring dengan semakin seringnya saya menggunakan social media, saya menyadari bahwa social media ini amat sangat berguna untuk branding sebuah institusi.

Unsur kebermanfaatan bagi semua dari social media, bagi saya pribadi, terwujud berkat project #KopdarAdmin. Dalam project ini saya berbagi dengan Admin media social dari berbagai Fakultas di UMYogya, tentang pengunaan social media yang tepat guna.


3.     Menggiatkan Literasi Sepak Bola bersama The FANS





Sepak bola merupakan olahraga yang membuat saya jatuh cinta. Permainan 11 lawan 11 selama 90 menit ini membuat saya betah berlama-lama menguliknya, mulai dari bermain, menonton pertandinganya, hingga menelaahnya dari berbagai sisi melalui tulisan. Di tahun 2015 saya berkesempatan untuk menggiatkan literasi sepak bola di ranah tanah air, bersama The FANS.

Bersama The FANS, saya belajar banyak bagaimana sepak bola dapat dianalisis melalui statistik. Alasan mengapa sebuah tim bisa menang dalam suatu pertandingan ataupun seorang pemain memiliki performa yang bagus, dapat ditelisik melalui deretan angka yang kemudian dinarasikan.

Ujaran mengatakan bahwa pekerjaan yang paling menyenangkan adalah ketika melakukan hobi yang dibayar. Pun dengan apa yang saya lakukan bersama The FANS, menonton pertandingan sepak bola dari Liga Indonesia, waktu itu bernama QNB League, merupakan pekerjaan saya sehari-hari.

Sayang, liga berhenti ditengah jalan akibat sanksi FIFA kepada PSSI. Begitupula dengan kisah saya di The FANS, yang berhenti ketika baru berjalan sekitar empat bulan. Namun di balik itu semua, saya melihat bahwa literasi sepak bola di tanah air mulai menggeliat seiring dengan naik daunya genre football writing.

4.   Bertemu sosok inspiratif; Anies Baswedan, Zen RS, Pangeran Siahaan, Rene Suhardono, dan Butet Manurung.







Bertemu dengan sosok inspiratif bagi saya adalah sarana untuk mengisi ulang semangat kita. Tahun 2015 memberikan saya kesempatan bertemu beberapa tokoh inspiratif, yang sedikit banyak menginspirasi saya dalam mengembangkan diri.

Anies Baswedan adalah alasan kenapa saya terus optimis bahwa Indonesia kelak akan berkembang lebih baik. Sosok beliau menginspirasi saya untuk percaya bahwa ditangan anak muda, masa depan perpolitikan Indonesia sedikit banyak akan bergeser ke arah yang bersih. Visinya untuk melunasi janji kemerdekaan membuat saya terpanggil untuk bercita-cita sebagai dosen.

Suatu siang yang berkesan di Bandung, ketika saya bertemu dengan Zen RS dan Pangeran Siahaan, dua tokoh yang menginspirasi pembelajaran saya di dunia kepenulisan. Mas Zen, yang merupakan salahsatu pegiat literasi sepak bola dengan pandit football, sedikit banyak mempengaruhi gaya kepenulisan saya, dengan menitikberatkan pada unsur detail, hadir pada momen ide tulisan, serta bernas dengan cuplikan sejarah. Sebaliknya, Pange, membuat saya berpikir untuk menjadikan menulis sebagai sarana bertahan ditengah derasnya kemajuan media saat ini.

Rene Suhardono menginspirasi saya untuk ikuti apa yang menjadi passion kita. Melalui tulisan dan paparan kelasnya, sosok Rene Suhardono mengarisbawahi pentingnya passion sebagai kunci bahagia dalam hidup. 

Pertemuan dengan Butet Manurung, yang sukses merintis sekolah bagi anak-anak pedalaman dengan Sokola Rimba, menguatkan hati saya untuk berada di jalan yang sepi pada ranah kerelawanan. 


5.     Mimpi itu terwujud, menjejakkan kaki di Liverpool



Liverpool, yang bermula dari kecintaan saya terhadap klub sepak bolanya, lalu berlanjut pada jatuh hati kepada kota seisinya. Akhirnya saya dapat menjejakkan kaki di kota yang dijuluki sebagai “The City of Culture”. Menikmati kehidupan bersama masyarakat local, termasuk belajar aksen Inggris mereka yang termasyhur itu, Scouse.



6.     Mengawali untuk memasak



Mungkin ini adalah sisi humanis dari Mahasiswa di Negara perantauan. Dengan segenap tekad, saya memulai untuk belajar memasak. Tak pernah sebelumnya memasak, sehingga membutuhkan pembelajaran dari titik yang paling dasar.

Dimulai dari sekadar menanak nasi mengunakan rice cooker, hingga membuat sup setelah menonton tutorialnya di youtube. Hingga yang paling kompleks sejauh ini, memasak ayam dan daging dengan bumbu peri-peri.

Semoga awalan untuk memasak ini akan terus menghasilkan resep-resep baru, tentunya.


7.     Menonton langsung di Anfield.



Tibalah juga kesempatan itu, menonton klub eropa favorit saya, Liverpool FC. Resmi sudah saya bukan lagi penonton layar kaca.

Merinding rasanya ketika merasakan dengan sekujur tubuh, anthem “You’ll Never Walk Alone dinyanyikan seiisi stadion. Dan, ya, menonton pertandingan di Anfield adalah sebuah paket lengkap.


8.     Menulis untuk laman football writing nomor satu di Indonesia



Pengalaman menonton pertandingan di Anfield semakin lengkap ketika tulisan saya dimuat pada Indonesian top leading website in football writing, panditfootball.com.

Semoga ini menjadi pemicu semangat untuk bisa konsisten menulis tentang sepak bola, dari sudut pandang apapun.


9.     Merasakan  salju




Selayaknya penduduk yang lama bermukim di daerah tropis, pasti terbesit suatu keinginan untuk merasakan musim yang khas dari benua Eropa, yakni musim salju.

Bertemu salju untuk kali pertama adalah merayakan bertemunya rasa penasaran dengan realita. Tak dihiraukan lagi dingin suhu waktu itu, sedang yang ada dipikiran adalah memegangnya, bahkan mencoba untuk bermain denganya.

Perjalanan untuk bertemu salju kali ini memiliki kesan. Memerlukan perjalanan hingga ke daerah utara Skotlandia, tepatnya di Glenshee, untuk dapat bertemu salju.







Dari semua pencapaian yang telah dilalui, saya bersyukur dengan setiap peristiwa yang terjadi di tahun 2015.

Mari kita bersama-sama songsong 2016, dengan tetap belajar lebih banyak, untuk capaian berikutnya.


Liverpool, 5 Januari 2016

@aditmaulhas