Masih terbayang dalam ingatan bulan
lalu kita memperingati Hari Guru Nasional. Masih hangat pula sebuah tulisan “VIP-kan
Guru Guru Kita” dari pak Anies Baswedan di surat kabar minggu lalu. Jelas, Guru
memang pahlawan tanpa tanda jasa. Bagaimana posisi seorang Guru sangatlah
menginspirasi bagi kita sekalian selaku muridnya dalam menghadapi dunia ini
dengan ilmu yang tiada batas telah diberikan.
Kemarin
(2/12) membaca via akun twitter @MoehiYK terdengar kabar bahwa Guru dari SMA
tercinta SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, bp Sutadji Daluprati akan purna tugas. Ketika
itu pula terkenang memori-memori ketika masih dibimbing beliau pada masa SMA
dulu.
Pak
Tadji, begitu beliau biasa di sapa, sangat memberikan insipirasi bagi saya. Memang
ketika itu saya tidak pernah diajar secara oleh beliau secara klasikal di kelas
karena beliau adalah guru jur IPA dan saya sendiri adalah murid IPS. Namun,
satu hal yang membuat saya bisa berinteraksi dengan beliau adalah ketika
berbicara tentang hal keagamaan.
Beliau
dikenal sebagai sosok yang religius oleh masyarakat sekitar. Bagi kita
muridnya, Pak Taji merupakan sosok yang tegas dalam hal keagamaan. Tak segan-segan
beliau memukul murid laki-laki nya ketika malas untuk menunaikan ibadah shalat
berjamaah di masjid. Beliau bersuara paling lantang ketika kultum setelah
shalat dzuhur menngingatkan kepada seluruh muridnya untuk terus beribadah kepada Allah SWT.
Yang
berbekas langsung kepada saya dari seorang Pak Tadji adalah waktu itu sempat
diingatkan oleh beliau ketika jamaah shalat dzuhur. Waktu itu, saya dengan
beberapa teman saya akan mendirikan shalat berjamaah. Namun karena kami anggap
waktu itu menunggu jamaah lain terlalu lama dan kita juga terburu-buru,
akhirnya kami berinisiatif untuk shalat
jamaah lebih dulu. Alhasil jamaah grup besarnya ter-pending menunggu kami
selesai shalat. Sadar kami telah mengganggu jalanya ibadah shalat, saya pun,
yang waktu itu sebagai imam di dekati oleh pak Taji. Saya sangka ketika itu
beliau akan memarahi saya namun ternyata beliau mendekati saya dan menasehati
saya bahwa perbuatan saya tadi keliru dan dihimbau untuk tidak mengulanginya
kembali.
Sosok
sederhana beliau juga tergambar ketika saya dengan teman saya Aji (@dimassaksilaaji) datang
kerumah beliau dalam rangka mengundang beliau sebagai pembicara pada acara
syawalan #2010Moehi. Beliau tinggal di rumah sederhana desain jaman dulu tak
jauh dari SMA Muhi. Kami pun diterima beliau dengan baik di sebuah kursi dipan
(kursi dengan bahan utama kayu) di ruang tamunya. Tampak disana pula kami
melihat tumpukan kertas, yang mungkin waktu itu saya sangka adalah sebuah
koreksian tugas dan ujian, serta sepeda yang selalu menemani beliau sebagai alat
transportasi. Beliau, Pak Taji, selalu tersenyum ketika menerima kami. Tak ada
perasaan sedih dari raut muka beliau pada waktu itu.
Pak Tadji quote foto via @fanianiffah |
Ujaran,
“jangan sombong ananda” menjadi ujaran yang terus terngiang di dalam hati
sanubari setiap muridnya. Saya banyak belajar dari beliau tentang arti
kesedehanaan dalam hidup serta keagaaman dalam hal meningkatkan ketaqwaan
kepada Allah SWT. Selamat purna tugas Pak Tadji, semoga kami dapat terus mengamalkan
ilmu yang telah engkau berikan.
@aditmaulhas
@aditmaulhas