Selasa, 03 Desember 2013

Belajar Sederhana dari Sosok Pak Tadji

              Masih terbayang dalam ingatan bulan lalu kita memperingati Hari Guru Nasional. Masih hangat pula sebuah tulisan “VIP-kan Guru Guru Kita” dari pak Anies Baswedan di surat kabar minggu lalu. Jelas, Guru memang pahlawan tanpa tanda jasa. Bagaimana posisi seorang Guru sangatlah menginspirasi bagi kita sekalian selaku muridnya dalam menghadapi dunia ini dengan ilmu yang tiada batas telah diberikan.
            Kemarin (2/12) membaca via akun twitter @MoehiYK terdengar kabar bahwa Guru dari SMA tercinta SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, bp Sutadji Daluprati akan purna tugas. Ketika itu pula terkenang memori-memori ketika masih dibimbing beliau pada masa SMA dulu.
            Pak Tadji, begitu beliau biasa di sapa, sangat memberikan insipirasi bagi saya. Memang ketika itu saya tidak pernah diajar secara oleh beliau secara klasikal di kelas karena beliau adalah guru jur IPA dan saya sendiri adalah murid IPS. Namun, satu hal yang membuat saya bisa berinteraksi dengan beliau adalah ketika berbicara tentang hal keagamaan.
            Beliau dikenal sebagai sosok yang religius oleh masyarakat sekitar. Bagi kita muridnya, Pak Taji merupakan sosok yang tegas dalam hal keagamaan. Tak segan-segan beliau memukul murid laki-laki nya ketika malas untuk menunaikan ibadah shalat berjamaah di masjid. Beliau bersuara paling lantang ketika kultum setelah shalat dzuhur menngingatkan kepada seluruh muridnya untuk terus  beribadah kepada Allah SWT.
            Yang berbekas langsung kepada saya dari seorang Pak Tadji adalah waktu itu sempat diingatkan oleh beliau ketika jamaah shalat dzuhur. Waktu itu, saya dengan beberapa teman saya akan mendirikan shalat berjamaah. Namun karena kami anggap waktu itu menunggu jamaah lain terlalu lama dan kita juga terburu-buru, akhirnya kami berinisiatif  untuk shalat jamaah lebih dulu. Alhasil jamaah grup besarnya ter-pending menunggu kami selesai shalat. Sadar kami telah mengganggu jalanya ibadah shalat, saya pun, yang waktu itu sebagai imam di dekati oleh pak Taji. Saya sangka ketika itu beliau akan memarahi saya namun ternyata beliau mendekati saya dan menasehati saya bahwa perbuatan saya tadi keliru dan dihimbau untuk tidak mengulanginya kembali.
            Sosok sederhana beliau juga tergambar ketika saya dengan teman saya Aji (@dimassaksilaaji) datang kerumah beliau dalam rangka mengundang beliau sebagai pembicara pada acara syawalan #2010Moehi. Beliau tinggal di rumah sederhana desain jaman dulu tak jauh dari SMA Muhi. Kami pun diterima beliau dengan baik di sebuah kursi dipan (kursi dengan bahan utama kayu) di ruang tamunya. Tampak disana pula kami melihat tumpukan kertas, yang mungkin waktu itu saya sangka adalah sebuah koreksian tugas dan ujian, serta sepeda yang selalu menemani beliau sebagai alat transportasi. Beliau, Pak Taji, selalu tersenyum ketika menerima kami. Tak ada perasaan sedih dari raut muka beliau pada waktu itu.
Pak Tadji quote
foto via @fanianiffah



            Ujaran, “jangan sombong ananda” menjadi ujaran yang terus terngiang di dalam hati sanubari setiap muridnya. Saya banyak belajar dari beliau tentang arti kesedehanaan dalam hidup serta keagaaman dalam hal meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Selamat purna tugas Pak Tadji, semoga kami dapat terus mengamalkan ilmu yang telah engkau berikan.


@aditmaulhas

Kamis, 14 November 2013

PSS Sleman Membina Kemandirian Menjadi Juara

             Setelah puasa gelar selama 37 tahun akhirnya rakyat Sleman berpesta. Dahaga akan gelar yang ditunggu-tunggu itu akhirnya tuntas di tebus tepat pada Hari Pahlawan Nasional. Melalui partai final yang cukup sengit hingga perpanjangan waktu, skor 2-1 menjadi bukti kesuksesan PSS Sleman menggondol gelar juara Divisi Utama LPIS setelah mengalahkan Lampung FC. Sontak setelah peluit akhir babak perpanjangan waktu ditiupkan suporter Sleman tumpah ruah ke dalam stadion. Mereka seakan tidak peduli dengan pagar pembatas, yang mereka inginkan adalah memeluk para pemain PSS Sleman yang menjadi pahlawan versi mereka pada waktu itu.
            Namun dibalik euforia juara PSS Sleman yang memutus dahaga gelar, masih banyak pihak yang menyangsikan apakah benar-benar gelar tersebut layak buat pasukan Sembada. Seperti bias berhembus di sepakbola nasional isu akan pesanan gelar juara sudah di setting sebelumnya turut menyeruak. Hal ini sempat dicurigai mengingat venue semifinal dan final di gelar di stadion Maguwoharjo yang notabene kandang PSS Sleman. Keraguan publik akan gelar Divisi Utama LPIS bertambah ketika seremoni distribusi gelar. Tak ada perwakilan dari PSSI yang hadir pada partai final, justru Bupati Sleman Sri Purnomo yang memberikan trofi. Trofi yang dibuat pun di sinyalir mendadak dibuat. Dan yang lebih parahnya lagi tak ada nominal hadiah uang yang diberikan bagi sang kampiun. Fakta-fakta diatas seolah mengerucut pada kesimpulan bahwa kompetisi Divisi Utama LPIS 12/13 ini semacam kompetisi “dagelan” yang sekenanya dibuat asal memeras keringat.

Kapten PSS Sleman, Anang Hadi, mengangkat trofi juara Divisi Utama LPIS 2012/2013

foto via @elja_kaskus

              Kegamangan atas gelar juara kompetisi yang dianggap abal-abal secara tidak langsung mengurangi kualitas gelar yang di dapat dari PSS Sleman. Namun yang perlu dipahami adalah gelar juara yang diraih bukan hanya juara biasa yang didapat dengan perjuangan di atas lapangan hijau. Lebih dari itu, PSS Sleman meraih gelar juara Divisi Utama LPIS 12/13 adalah buah dari hasil kerja keras dari setiap elemen yang ada di dalamnya. Mulai dari pemain, tim kepelatihan, manajemen, hingga loyalitas tanpa batas dari suporter setia PSS Sleman. Jika dirangkum dalam satu kata, kemandirian adalah jawabanya. Selama musim kompetisi 2012/2013 punggawa Sembada menunjukkan nilai kemandirian tersebut.
          Segi finansial paling menonjol dalam nilai kemandirian yang ditunjukkan PSS Sleman selama kompetisi musim 12/13. Tak ada ceritanya manajemen menunggak pembayaran gaji tiap bulan. Padahal, hal ini menjadi masalah laten persepakbolaan di Indonesia. ditambah lagi tak ada utang yang tersisa di akhir kompetisi. Mengapa dari segi finansial PSS Sleman di musim ini begitu rapi? Kemandirian mencari sumber dana menjadi kunci. Di musim 12/13 ini PSS Sleman tak lagi bergantung pada dana APBD dari kab Sleman namun mulai mencari jalan alternatif untuk mandiri mencari pemasukan. Inovasi melalui PSS Store yang menjual jersey original, merchandise hingga peralatan suporter yang ditemani oleh Curva Sud Store membuahkan hasil menyediakan dana alternatif buat PSS Sleman. Bahkan menurut laporan di akhir musim, suporter Sleman turut memberikan royalti kepada klub sebesar 75 juta dalam satu musim. Jelas angka yang cukup besar untuk pemasukan klub. Jumlah tersebut usaha lain seperti angkringan yang di balut suasana PSS dalam Elja Ngangkring.
             Kemandirian para suporter cukup memberi andil untuk PSS Sleman juara di musim ini. Baik itu dari Slemania dan Brigata Curva Sud sangat rapi terkonsep dalam memberikan loyalitas tanpa batas. Seruan “no ticket no game” terbukti cukup ampuh untuk membuat mandiri para suporter Sleman membeli tiket di tiap pertandingan home tanpa melalui calo. Pemasukan tiket pun meningkat dan hampir tak ada tribun kosong ketika pertandingan home. Bahkan lewat kemandirian suporter Sleman pula, jersey yang dikenakan para pemain muncul. Keputusan yang diambil oleh manajemen mengenai hal ini sangatlah tepat. Suporter semakin menanamkan sense of belonging kepada klub kebanggaanya karena mereka turut dilibatkan dalam proses perjalanan klub.
            Tak boleh dilupakan pula inovasi dari segi media menjadi hal yang begitu menonjol pada kemandirian PSS Sleman untuk menjadi juara di musim ini. Media yang dulunya tidak begitu diperhatikan dalam perjalanan kompetisi menjadi berkembang pesat pada musim ini. Diawali oleh kemunculan Elja Radio, yakni live report pertandingan home dan wawancara langsung pemain melalui akses radio semakin menggemakan chant PSS Sleman ke nasional bahkan hingga mancanegara.  Terlebih lagi adanya media online bertajuk Bal-balan ID semakin mengepakkan sayap media PSS Sleman dengan menyediakan data statistik pertandingan komprehensif, suatu hal yang sedang naik daun akhir-akhir ini sebagai pelengkap kenikmatan mengamati sepakbola.
                Teringat akan ujaran yang tersebut dalam acara “Galeri Sepakbola Indonesia” : "Juara sejati, ialah yang bisa menyelesaikan kompetisi secara realistis tanpa tunggakan gaji yang menyengsarakan pemain." PSS Sleman bukan hanya sekedar juara Divisi Utama LPIS 12/13 diatas lapangan saja. PSS Sleman telah sukses mengawali dengan membina kemandirian menjadi juara.


@aditmaulhas

                

Minggu, 01 September 2013

Cukup Menjadi Penonton Layar Kaca untuk Laga Tur Pra-Musim Klub Eropa

Musim panas yang amat terik di eropa menjadi awal langkah klub sepakbola eropa untuk memulai bersiap menjelang musim liga yang baru. Perpindahan pemain dalam transfer window turut berperan dalam persiapan menjelang liga baru. Aksi jula peli pemain guna memperkuat segala lini menjadi hal yang taktis untuk meraih kesuksesan di Liga yang akan segera bergulir. Tak jarang harga gila-gilaan atau overrated kerap kali muncul saat pintu transfer window dibuka.
Selain transfer window yang selalu dijadwalkan oleh director club of football sebuah klub Liga Eropa, laga persiapan sebagai ujicoba menjadi hal yang tak boleh dikesampingkan. Laga pra-musim ini tak ayal menjadi ajang ujicoba rekrutan baru di transfer window dan sebagai tolok ukur kekompakan sebuah tim, apakah telah siap tanding dalam perjalanan liga yang begitu ketat. Bentuk laga pra-musim ini pun dikemas secara beragam. Mulai dari sekedar laga ujicoba sebagai kewajiban yang tertulis dalam klausul kontrak transfer pemain, laga testimonial mengenang pemain legenda, sebuah turnamen yang hanya berjarak 2 hari per pertandingan hingga tur melawat hingga ke belahan benua lain.
Laga pra-musim yang dikemas secara tur menjadi buah bibir, terutama kemunculanya yang teramat sering sehingga menimbulkan kesan “ekspansi” yang dilakukan klub Eropa sana. Manchester United memulainya dengan melakukan Tur ke Asia, utamanya Jepang dan Korea, yang mereka yakini sebagai fanbase terbesar menyaingi jumlah suporter di kota Manchester sendiri. Setelah itu lub Eropa mulai getol melanjutkan tur pra-musim ke benua Asia. Tercatat Real Madrid, Barcelona, Chelsea hingga Liverpool tanpa ragu-ragu memboyong armadanya menuju timur jauh. Tak hanya Jepang dan Korea Selatan saja yang menjadi santapan namun merambah hingga Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia dan tentu saja Indonesia.

Indonesia XI vs Liverpool FC

via indonesia.liverpoolfc.com

Menjadi semacam angin segar ketika mengetahui kabar bahwa klub kebanggaan sedari kecil dulu ketika menonton sepakbola Eropa, Liverpool, melakukan tur pra-musimnya di Indonesia. hal ini menjadi yang pertama kali, karena sebelumnya Liverpool melakukan tur pra-musim ke Asia namun tak merambah hingga Indonesia. mungkin bisa dibilang, tur ini adalah buah kesuksesan dari kerjasama maskapai penerbangan milik bumi pertiwi, Garuda Indonesia sebagai sponsor resmi Liverpool Football Club. Tanggal 20 Juli 2013 bertempat di Stadion Gelora Bung Karno akan berhadapan dengan pemain terbaik Indonesia dengan nama Indonesia XI.

Seperti yang kita tahu laga tersebut berakhir dengan kemenangan 2-0 untuk Liverpool. Namun sebuah pertanyaan terbesit ketika menjelang pertandingan tersebut. Sebagai seorang kopites, pendukung Liverpool, tentu saja wajar ditanyai pertanyaan seperti ini.pertanyaan itu adalah:

“Bro, gak ke Jakarta nonton Liverpool?” Dan jawaban saya waktu itu adalah: “Nggak. Entah kenapa nggak minat.”


Waktu itu jawaban saya mengapa melewatkan laga pra-musim Liverpool di Indonesia adalah sesimpel itu. Mungkin alasan yang tepat untuk melewatkan laga tersebut adalah seperti ini secara panjang lebar kurang lebih:

Pertandingan tur pra-musim tidak memiliki jiwa sebenarnya pertandingan. Tak ada hal yang di perjuangkan oleh 11 pemain dari kedua tim. Sepakbola sejenak menghilangkan esensi lelaki. That is any something worth to uphold in football match, but not in football friendly match.



Saya tahu pendapat ini sangatlah debate-able. Namun setidaknya saya telah mengungkapn dan anda bisa memulai untuk berpikir. Ini tentang sepakbola, olahraga yang sama-sama kita gemari akan keindahanya dari berbagai sudut pandang.

@aditmaulhas.

Selasa, 13 Agustus 2013

Semangat yang Layaknya Berbanding Lurus dengan Frekuensi

Frekuensi sejatinya bersifat fluktuatif. Kadang naik begitu jelas, kadang turun hingga tersamarkan.



Yang tersamarkan berdalih tidak dalam frekuensi yang sama. Berbeda. Di satu sisi tinggi sedangkan yang lain rendah.



Semangat layaknya frekuensi. Ya, kadang tinggi hingga bersemangat dan kadang rendah bagai lesu darah. Fluktuatif.


Idealnya kita berada dalam satu frekuensi yang sama dengan saling memahami.


@aditmaulhas.

Selasa, 30 Juli 2013

When The 3rd Year of College is Come, The Number of "Buber Thingy" is Decrease

Alhamdulillah kita dipertemukan dengan bulan yang paling mulia kembali. bulan Ramadhan. bulan dimana pahala  kita di lipat gandakan. bahkan tidurnya seorang yang berpuasa itu dikategorikan sebagai ibadah.

begitulah kata ustadz, bro.

Tapi dibalik itu semua, ada fakta itu yang seringkali kita temui pada setiap bulan Ramadhan. sebuah kegiatan "tahunan" yang rutin di selenggarakan. menurut sejarahnya, kegiatan atau kebiasaan ini cuma happening di negara kita, Indonesia.

Buka bersama atau khalayak biasa menyingkatnya menjadi "buber". kegiatan dimana sekelompok orang yang sudah janjian sebelumya berkumpul di satu tempat (tempat makan biasanya) membatalkan puasanya secara berbarengan.



Kegiatan buka bersama atau "buber" ini sudah menjadi kultur di Indonesia. bayangkan, di setiap bulan Ramadhan pertahunya rumah makan ataupun kedai nongkrong hampir selalu penuh pada saat jam-jam menjelang buka hingga menjelang isya.

Terus berulang dan menjadi sebuah kultur membuat kegiatan buka bersama ini bertransformasi menjadi kegiatan temu kangen, atau sekedar reuni kecil-kecilan kepada sahabat lama. mulai dari temen SD, SMP, SMA, kuliah bahkan sekedar organisasi. that's the way mengapa setiap bulan Ramadhan jadwal buka bersama sangatlah padat.

Thus, disinilah poin yang menarik. ketika kita sudah mencapai tahun ketiga kuliah kegiatan buka bersama kita menjadi sedikit berbeda. here is the hypothesis:

 When The 3rd Year of College is Come, The Number of "Buber Thingy" is Decrease

Karena ditahun ketiga kita kuliah sudah banyak kegiatan yang ternyata menjadikan jumlah jam ketidak-selo-an itu berkurang. Kuliah Kerja Nyata (KKN) sudah mulai dilaksanakan, yang mau tidak mau seluruh fokus harus di curahkan. belum lagi persiapan skripsi, "BUJS (Berkas Usulan Judul Skripsi) thingy" yang sudah mulai dipersiapkan.



Tapi apapun itu, biarlah kegiatan buka bersama ini tetap menjadi kultur yang terus berlanjut. faedah dibaliknya sangatlah luar biasa karena terus menyambung tali silaturahmi yang kata hadists bisa melapangkan jalan ke surga.

happy fasting, guys!  

@aditmaulhas

Sabtu, 01 Juni 2013

Kontemplasi 21

Dalam satu tahun perjalanan, 365 hari dan 12 bulan, ada satu bulan yang paling istimewa menurut saya. Bulan itu adalah bulan Mei.





Alasanya tak lain tidak bukan adalah hari kelahiran jatuh pada bulan itu. Tepat pada tanggal 14. Ulang tahun khalayak banyak menyebutnya. Setiap tahun berganti, bertambah pula umur kita. Mengulang hari kelahiran di setiap tahunya.

Kali ini saya memperingati 21 tahun sudah perjalanan. Umur yang merupak titik dimana tingkat kedewasaan akan semakin diperhatikan. Apalagi sebagai seorang lelaki, beranjak dewasa merupakan sebuah isyarat bahwa tanggung jawab yang dipikul oleh diri sendiri akan semakin nyata.




Kedewasaan dalam  mengambil keputusan. Bagaimana menganalisis suatu masalah tidak hanya dari satu sudut pandang saja. Bagimana tidak meng-over generalisasi sebuah masalah. Bagaimana mampu berpikir dari sudut pandang yang lain dan tidak menyalahkan orang lain.

21 is already coming and I must say thank you for May :)

@aditmaulhas.


Minggu, 14 April 2013

Gerbong Arema LPI Berlabuh di Sleman


Cerobong asap dari kereta itu telah mengepul di udara. Lokomotif beserta gerbongnya berlabuh di stasiun pemberhentian. Berangkat jauh dari Malang dan memilih Sleman sebagi tempat persinggahanya.

Fenomena “gerbong” acapkali terjadi dalam perhelatan liga akbar sepakbola negeri ini. Bursa transfer yang ramai dibuka seringkali menyajikan kejutan. Perpindahan pemain dari satu  tim ke tim lain pun kadang-kadang sulit di prediksi. Layaknya sensasi transfer ala taipan minyak timur tengah di Liga Inggris, hal serupa juga acapkali terjadi di liga Indonesia.

Atas dasar bobroknya manajerisasi klub lama, telat di bayar gaji oleh klub lama maupun di putus kontrak beramai-ramai oleh klub lama karena ingin revitalisasi menjadi alasan di balik fenomena “gerbong” terjadi di bursa transfer pemain di liga Indonesia. Ketika satu pemain berpengaruh pindah, maka pemain lainya ikut pindah. Domino effect. Hal serupa pula terlah terjadi pada klub kebanggaan warga Sleman, PSS Sleman, yang pada musim 2013/2014 ini “kelimpahan gerbong” pemain dari Arema LPI.

Bobroknya manajerisasi di klub Arema Liga Primer Indonesia (LPI), atau kloningan dari Arema Cronus yang berkompetisi di Liga Super Indonesia (LSI), menjadi alsan di balik itu semua. Pemain Arema LPI menganggap manajemen mereka seperti setengah hati untuk ikut kompetisi musin 2013/2014. Sebagai pemain sebakbola yang menghidupi dari lapangan hijau, mau tak mau pindah menjadi pilihan. Dan gerbong itu mulai berjalan menuju Sleman.

PSS Sleman. Truly green.

sumber: @PSS_Official1


Manajemen PSS Sleman yang sedang menyongsong kompetisi Divisi Utama LPIS tak luput mengamati pergerakan ini. Satu persatu pemain dari Arema LPI ikut seleksi dalam pembentukan tim. Dimulai dari kipper, nama Ajisaka turt menghiasi mistar gawang PSS Sleman musim ini. Kiper yang sempati dipanggil seleksi untuk Sea Games 2011 ini berpotensi sebagai penjaga gawang utama PSS Sleman musim 2013/2014.

Di barisan pertahanan nama  Wahyu Gunawan dan Waluyo mejadi nama yang cukup di sorot. Kerjasamanya diharap bias bahu membahu menggalang blok pertahanan Sleman bersama kapten Abda Ali dan Ade Christian. Dan Usep Munandar, pemain berprofil tinggi ang malang melintang di liga level atas di Indonesia bersama PSMS Medan, Persib Bandung dan Persik Kediri melengkapi sektor defense.

Beralih ke tengah jantung pertahanan PSS Sleman, darah muda dan power datang dari Juan Revi yang berperan sebagai holding midfielder dan  Anggo Julian sebagai pendistribusi bola. Komposis 2 gelandang ini kan ditemani playmaker idola publik Sleman yakni Anang Hadi dalam hal mengkreasi serangan.

Di depan yang merupakan sektor penggedor merupakan kesuksesan dari “gerbong” Arema LPI berlabuh di Sleman. Pemain Timnas Singapura yang sempat mmebirakan gelar AFF Cup buat negaranya, Noh Alam Shah atau akrab disapa Along mengisi satu slot striker. Pemain yang dikenal tempramen ini diharapkan akan menjadi tumpuan mesin gol bagi PSS Sleman dalam mengarungi kompetisi Divisi Utama LPIS musim 2013/2014. Slot kedua bagi jung tombak lantas diberikan pada bomber muda yang juga dating dari Arema LPI yaitu Moniega Bagus Suwardi.

Sebagai klub yang mulai beranjak professional, skuad “gerbong” dari Arema LPI tadi cukup menjanjikan. Tak tanggung-tanggung, manajemen mematok target juara dalam kompetis divisi Utama LPIS 2013/2014. Dengan dukungan penuh dari Slemania dan Brigata Curva Sud Sleman, hal ini bukan hal mustahil untuk di wujudkan. Kata professional patut digaris bawahi, karena sejauh ini klub kebanggaan publik Sleman masih bersih dari manipulasi manapun.


Dan Gerbong Arema LPI berlabuh di Sleman.


@aditmaulhas.

Selasa, 19 Maret 2013

International Class is My Comfort Zone


Beberapa waktu yang lalu dunia pendidikan sempat dihebohkan oleh kebijakan yang menyentuh salah satu unsurnya. Kebijakan itu ialah di wacanakanya penghapusan kelas Rintisan  Sekolah Berbasis Internasional (RSBI). Yep, kelas yang menitik beratkan pada metode pengajaran yang mengacu pada sistem kelas Internasional.sesuai dengan namanya yang mengacu pada  metode pembelajaran Internasional, berjalanya kelas disesuaikan dengan menggunakan cara internasional yakni memakai bahasa pengantar bahasa Inggris, buku dari luar negeri serta mengunakan tenaga pengajar dari luar negeri. Thus, the question :  are they (RSBI class) truly called as “International Class”?
Kebijakan dari pemerintah tersebut menggelitik memang. Sebagai personal yang terlibat dalam kegiatan belajar megajar dalam lingkup kelas internasional, mulai bertanya pada diri sendiri. Apakah selama ini sudah merasakan benar manfaat dari kelas internasional? The question is raised. A lot. Kuliah hampir kurang lebih jalan 3 tahun, tecatata sebagai mahasiswa International Program of International Relations (IPIREL) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Sedikit banyak tahu tentang bagaimana metode belajar dengan cara internasional. Sudah dapat manfaat belum selama di kelas internasional atau cocok di sebut mahasiswa dengan kualifikasi internasional?
Lalu apa saja rutinitas yang terjadi selama kurang lebih hampir 3 tahun menjadi mahasiswa di kelas internasional? A lot! Mulai dari hal yang sederhana, ketika memulai jadi mahasiswa tahun pertama di IPIREL UMY. Ada satu ruangan yang khusus di buat untuk mahasiswa kelas internasional. Ruangan itu biasa di sebut “study hall”. Dari namanya jelas bahwa ruagan trsebut diperuntukkan untuk kegiatan belajar. Banyak hal bisa dilakukan di study hall, mulai dari browsing internet, sekedar baca buku sampai berdiskusi panjang lebar. Ruangan ini cukup nyaman untuk berlama-lama di dalamnya karena dilengkapi pendingin ruangan.
IPIREL 2010 Squad

Tak hanya sebuah ruangan study hall yang menjadi fasilitas bagi mahasiswa kelas internasional di UMY. Pola belajar mengajar dengan mengunakkan bahasa inggris, baik itu dari segi bahasa pengantar saat proses pembelajaran maupun buku yang digunakan. Ditambah lagi bahwa dosen dari luar negeri seringkali dihadirkan sebagai selingan dalam proses kuliah. Hal-hal diatas membuat atmosfer kompetisi begitu terasa. Diatambah lagi adanya kesempatan exchange student maupun transfer kredit untuk merasakan lebih nuansa internasional dalam proses pembelajaran.
Namun, terlintas dalam pikiran apabila kita hanya terus menerima atas segala fasilats yang disediakan oleh kelas internasional maka kita akan terbuai. Zona nyaman pun terbentuk. Terkungkung dalam satu cakupan tanpa memperdulikan dunia luar, bahkan anti sosial dalam bersosialisasi ke luar lingkungan dari kelas internasional itu sendiri. Fakta sangat njomplang saya temukan ketika berdiskusi ataupun tegur sapa dengan mahasiswa yang bukan dari kelas internasional. “kok ga pernah keluar dari study hall?” atau “gaulnya cuma sama anak IC aja nih” menjadi pertanyaan atau sapaan yang sering terdengar waktu tahun pertama menjadi mahasiswa kelas internasional.
Tentu saja ada pola “idealis” yang selayaknya sebagai seorang mahasiswa internasional. Dengan fasilitas yang melimpah, tentu saja hal tersebut hendaklah digunakan dengan baik. Di otimalkan dengan maksimal. Suasana kompetisi yang terjadi adalah hal yang menurut saya sebagai comfort zone. Nyaman dalam artian pola pikir untuk terus memberbaiki kualitas diri terus terjaga. Namun tak lupa sebagai mahasiswa yang menempatkan diri sebagai personal yang sosial, hubungan antar mahasiswa juga harus terjaga tanpa membedakan kelas. Kadang kita perlu untuk keluar dari comfort zone kita dan berinteraksi dengan sekitar. Ya, karena hidup bukan statis di satu tempat namun harus terus berputar dan bergerak.

By the way, kuliah di kelas internasional itu biayanya mahal. Jadi.........kuliah yang bener, Dit.



@aditmaulhas.



Senin, 11 Maret 2013

Senin, 28 Januari 2013

Yogyakarta: Antara Liburan dan Festival

                 Yogyakarta dan liburan adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan; bagaikan dua sisi mata uang. Mengapa demikian? Karena Yogyakarta dengan balutan seni serta sejarah yang mengakar, menjadikan dirinya “surga para pelancong” yang begitu memuaskan kelima panca indera kita. Mulai dari eloknya panorama pemandangan yang terlampir dari Utara dengan Gunung Merapi nya dan sisi Selatan dengan pantai Parangtritis nya lalu disambung dengan tempat bersejarah berupa Benteng Vredeburg hingga Monumen Jogja Kembali (Monjali) dan tak lupa disertai pula oleh kuliner yang memanjakan lidah macah Bakpia dan Gudeg. Ketiga aspek tadi adalah padu padan yang sangat pas bagi siapapun yang ingin melepaskan penat dari aktivitasnya dalam suasana liburan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah hubungan antara Yogyakarta, Liburan, dan Festival?






                      Adalah sebuah penyesalan apabila seumur hidup belum pernah datang untuk berlibur di Yogyakarta. Berlibur dengan mengunjungi Kraton Yogyakarta, bermain air di Pantai Indrayanti, sampai menikmati eloknya pemandangan dan udara segarnya Kaliurang bisa dibilang sudah menjadi liburan mainstream di Yogyakarta. Dengan terobosan barunya, pemerintah kota Yogyakarta menginisiasi sebuah festival demi menghilangkan rasa kejenuhan pelancong yang hampir setiap tahun melancong ke Yogyakarta untuk berlibur. Festival yang dikemas dengan apik, memadukan unsur seni sebagai  sajian utama menjadikan rasa baru liburan di Yogyakarta.


                  Festival yang bertajuk “Festival Kesenian Yogyakarta” menjawab rasa haus para pelancong untuk mendapatkan liburan dengan rasa berbeda namun tetap khas yang tidak dapat ditemukan pada tempat lain. Menyajikan kesenian yang merupakan salah satu aset berharga Yogyakarta, yang juga di juluki kota seni atas banyaknya masterpiece yang tercipta dari seniman di kota ini, menjadi salah satu event yang layak didatangi pada waktu liburan tiba. Kreasi unik akan kearifan lokal menjadikan Festival Kesenian Yogyakarta tak kalah dengan festival yang dihelat di benua Eropa pada liburan musim panas.


               Dihelat pada tanggal 20 Juni – 5 Juli, 2012  ini, Fesitival Kesenian Yogyakarta menghadirkan seni kontemporer macam tarian daerah, perpaduan akulturasi antara kuda lumping dan barongsai serta marching band menjadi menu yang ditampilkan. Tak lupa dengan arak-arakan yang dihelat pada saat pembukaan dan penutupan adalah nilai tambah mengapa Festival Kesenian Yogyakarta adalah salah satu liburan bentuk baru yang disajikan oleh kota Yogyakarta. Seni yang ditampilkan tiap harinya juga menyesuaikan dengan tren yang ada, termasuk yang sedang hype saat ini yaitu stand-up comedy.


              Dengan festival, maka tak ada lagi jarak antara para wisatawan dengan masyarakat sekitar. Hal inilah yang menjadikan Yogyakarta begitu khas dengan kearifan lokalnya. Sinergi antara Yogyakarta, liburan, dan festival berupa “potongan kecil dari surga” yang teramat sayang dilewatkan eloknya.





@aditmaulhas.




nb: Tulisan ini dimuat pada 25 Desember oleh media Ournalism (@ournalism) http://www.ournalism.com/?p=375

Kamis, 10 Januari 2013

Tentang Oportunis dan Komitmen yang Mendasarinya


Pukul 00.44. di depan laptop. Pulang setelah (hampir) seharian bergelut dengan rapat program kerja.

Segelas hot chocolate sudah habis mengisi malam minggu ini. Ada yang berbeda.

Tanggal sudah berganti menjadi tepat pada tanggal 6 Januari 2013. Sudah enam hari tahun yang baru menurut perhitungan masehi ini berjalan. Banyak pelajaran yang seharusnya dituliskan pada akhir tahun sebagai sebuah bentuk refleksi. Namun, lagi-lagi waktu sangat berperan. Kesempatan untuk menuliskan baru hadir pada saat ini.

Ya, kata orang dengan datangnya tahun baru maka muncul resolusi tahun baru. Perencanaan untuk setahun kedepan. Tentunya semua ini didapat setelah sedikit flashback ke tahun lalu. Mengevaluasi apa saja yang telah terlaksana. Mengingat kembali peristiwa yng telah terjadi. Sangat manusiawi.

Namun ada satu yang berat untuk teringat...............memori lama.

On 2012 my life is categorize as fluctuactive. Masa transisi cukup kentara. Ditahun ini menanggalkan umur belasan menjadi berubah, angka “2” didepan. 20 tahun sudah.

Tahun lalu juga dikategorikan sebagai pembelajaran tentang organisasi. Hal ini terjadi atas niatan untuk berubah.  Membawa diri untuk naik pada tingkatan yang lebih tinggi. Diamana niat untuk mendapat hak atas komitmen yang lebih menjadi hal yang patut diperjuangkan.

Saya belajar menjadi sosok yang oportunis. Saya belajar menjadi sosok yang lebih tegas. Korps Mahasiswa Hubungan Internasional Univ Muhammadiyah Yogyakarta memberikan nilai itu. Bagaimana dorongan atas hak yg seharusnya didapat oleh personal yang telah memberikan komitmen yang lebih pantas mendapatkan promosi. Posisi yang tinggi memang patut dikejar. Menjadi oportunis itu perlu, atas dasar sebuah pengorbanan yang telah terbuat.

Moving forward untuk tahun yang baru, tanggung jawab dan komitmen menjadi penting. Jujur, tanggung jawab untuk hal yang kecil masih berat; tepat waktu. Dan tentu atas komitmen-komitmen yang telah terbuat bisa berjalan lancar. Semua berjalan dalam jangka waktu yang lama. longlasting.

Sounds normative.

Semoga kita tidak terjebak pada opsi-opsi idealis yang justru kita langgar berdasarkan apa yang kita rancang sendiri.


@aditmaulhas.


nb: ketika membaca tulisan ini dirasa sudah cukup jauh dari tanggal pembuatanya, dikarenakan kurang selo nya penulis untuk meng-upload.